Sekolah Kedokteran tertua di Indonesia tidak langsung dinamakan School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA). Awalnya adalah Sekolah Dokter Jawa (Dokter Djawa School) tahun 1851.
Sekolah tersebut, tahun 1889 berubah menjadi School tot Opleiding van Inlandsche Geneeskundigen, 1898 menjadi School tot Opleiding van Inlandsche Artsen, baru tahun 1902 ditingkatkan menjadi STOVIA.
Sekolah Dokter Djawa dibuka tahun 1851 di Batavia dengan lama pendidikan dua tahun tanpa prasyarat pendidikan untuk masuk.
Alumni pertama pada tahun 1853 sebanyak sebelas orang, satu diantaranya adalah R. Djojosoemitro, cucu Bupati Purwokerto. Pada waktu itu gajinya kecil, hanya sekitar 15 Gulden selama pendidikan dan 30 Gulden setelah tamat. Gaji itu lebih kecil dari mantri polisi, mantri pasar, atau mantri nila yang digaji 45 Gulden.
Karena itu banyak Dokter Djawa yang minta pindah jabatan termasuk R. Djojosoemitro yang pindah menjadi mantri polisi dan pensiun sebagai Asisten Wedana.
Tahun 1864 – 1875 masa pendidikan Dokter Djawa diperpanjang menjadi tiga tahun dengan prasyarat dapat membaca dan menulis dalam huruf latin.
Tahun 1875 – 1902 lama pendidikan 7 – 8 tahun setelah tamat sekolah dasar Melayu, dan tahun 1891 harus tamat sekolah dasar Belanda (ELS). Baru tahun 1902 menjadi STOVIA dengan lama pendidikan 9 tahun dan alumninya bergelar Indische Arts.
Awal dekade 1970an, ayah saya menjadi pengurus makam keluarga di Dawuhan Banyumas. Setelah ditelusuri nama – nama yang dimakamkan, ada empat orang Banyumas yang menjadi alumni Sekolah Dokter Djawa. Mereka adalah:
Raden Ranoeatmodjo
Lahir di Ajibarang 1845, tahun 1866 masuk Sekolah Dokter Djawa lulus 1869. Tahun 1880 pindah jabatan menjadi pangreh praja. Pensiun sebagai Patih Banyumas tahun 1902.
Raden Gaber Mertodipoero
Lahir tahun 1863 di Bukateja, usia 13 tahun masuk Sekolah Dokter Djawa. Lulus 1885. Tidak diketahui riwayat jabatannya, Salah seorang putrinya menjadi istri selir Pakubuwana X.
Raden Marwata Mangkuwinata
Lahir tahun 1882 di Purbalingga, masuk Sekolah Dokter Djawa pada usia 14 tahun setelah lulus ELS. Masuk pada kurikulum 7 tahun yang diselesaikan 6 tahun, satu tahun lebih cepat dari seharusnya. Sebagai Dokter Djawa ditempatkan di Cilacap kemudian pindah ke Bangka. Tahun 1913 – 1915 melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Amsterdam. Setelah bergelar Arts melanjutkan studi di Institut Kolonial Bagian Hygiene Tropis di Amsterdam. Setelah lulus kembali ke Hindia Belanda, orang pribumi pertama yang menjadi inspektur. Pensiun tahun 1934 di Banyumas.
Raden Mas Mohamad
Lahir di Banjarnegara tahun 1883, kakak dari Margono Djoyohadikusumo (kakek Prabowo Subianto). Pada usia 15 tahun masuk Sekolah Dokter Djawa tahun 1898. Lulus dalam waktu 8 tahun dengan gelar Indische Arts. Pertama ditempatkan di Kediri. Sukses dalam pemberantasan penyakit tipus di Jawa Timur, kemudian terpilih sebagai Perwira Kesehatan Tentara Hindia Belanda. Jabatan yang sebelumnya hanya dapat diisi oleh orang Belanda lulusan Universitas terbaik. Meninggal dalam perjalanan ke Cimahi.
Setelah berubah menjadi STOVIA, ada dua orang Banyumas yang menjadi alumninya yaitu Dokter Raden Mas Goembrek dan Dokter Raden Angka Prodjodiwirjo. Keduanya juga menjadi pendiri Boedi Oetomo.
Dokter Goembrek
Dokter Goembrek, menjabat sebagai komisaris Boedi Oetomo. Lahir di Kedu tahun 1886, lulus tahun 1911. Pensiun di Banyumas. Dimakamkan di Dawuhan, Banyumas.
Dokter Angka
Dr Angka menjabat sebagai bendahara Boedi Oetomo. Lahir di Banyumas 1890, lulus cum laude tahun 1912. Pensiun di Purwokerto. Dimakamkan di Kebutuh, Sokaraja.
Ini merupakan tulisan asli dari Alfian Antono yang diambil dari aplikasi Quora