PURWOKERTO, indiebanyumas.com – Puasa dalam budaya Jawa bukan hanya sebagai sarana ibadah saja, namun mempunyai makna mendalam, salah satunya belajar untuk membatasi diri dari perbuatan atau tingkah laku yang kurang memberikan manfaat.
Puasa Jawa ini telah diturunkan para leluhur dari zaman dahulu hingga sekarang agar keturunannya menjadi manusia yang mempunyai batasan dalam hal yang kurang bermanfaat dan menjadi manusia yang lebih peka terhadap lingkungan sekitar.
Dalam etimologi Jawa, puasa berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki upa dan wasa. Upa artinya pertalian sedangkan wasa artinya wewenang ataupun kekuasaan.
Dalam khasanah Jawa tembung puasa atau pasa dapat diibaratkan “Ngeposne Roso” atau memberhentikan rasa. Oleh karena itu, orang puasa tidak hanya dipandang menahan makan, namun menahan syahwat, pandangan, perasaan, kecintaan maupun penahanan yang lain.
Di dalam tembung Dasanama dijelaskan bahwa puasa sama dengan panas atau tapas, tapa anyiksa badan, maka orang yang berpuasa selalu mengeluarkan panas dari tubuh.
Seperti halnya orang yang melakukan tapa atau semedi. Orang bertapa itu cenderung menyiksa badan karena tidak makan, minum, menahan syahwat, serta mengalihkan urusan dunia.
Berpuasa dalam Khasanah Jawa ini selalu mengantarkan bahwa setiap perbuatan selalu mendapatkan atau menuai hasilnya.
Dalam tradisi Jawa terdapat beberapa jenis puasa yang biasanya dilakukan orang Jawa hingga sekarang.
Berikut ini beberapa jenis puasa dalam tradisi Jawa yang dilansir indiebanyumas.com dari channel youtube Asli Jawa, Sabtu (18/11/2023).
1. Puasa Mutih
Jangan disalahkan bahwa puasa ini bukan merupakan mengonsumsi makanan yang berwarna putih. Puasa mutih adalah melakukan puasa hanya dengan memakan nasi putih dan minum air putih saja.
2. Puasa Ngebleng
Puasa ini merupakan puasa yang menghentikan segala aktifitas normal sehari-hari. Seseorang yang menjalankan puasa ngebleng tidak sekedar hanya menahan makan dan minum, namun tidak boleh keluar dari rumah ataupun kamar, apalagi melakukan aktivitas seksual.
Dalam menjalankan puasa ini, seseorang yang melakoni juga mengurangi waktu tidur dan tidak boleh ada satu penerangan pun yang berada dalam kamar atau tempat untuk berdiam.
3. Puasa Patigeni
Hampir serupa dengan puasa ngebleng, hanya bedanya puasa patigeni ini seseorang yang menjalankannya sama sekali tidak diperbolehkan untuk tidur, sehingga harus senantiasa terjaga sepanjang waktu, serta segala macam penerangan terang harus dimatikan. Termasuk menghalangi sinar matahari yang masuk ke ruangan atau kamar yang digunakan untuk berdiam.
4. Puasa Ngrowot
Puasa yang satu juga mirip dengan puasa mutih. Bedanya dengan puasa mutih yaitu puasa ini hanya diperbolehkan memakan buah-buahan saja.
5. Tapa Ngrame
Tapa Ngrame merupakan jenis puasa Jawa yang paling sulit tapi memberikan manfaat terbaik. Dalam menjalankan puasa ini, orang lain jangan sampai mengatahui kalau kita sedang berpuasa.
Dalam kesehariannya, seorang yang menjalankan puasa ini tetap beraktivitas seperti biasanya.
Orang yang menjalankan puasa ini juga hanya diperbolehkan makan sekedarnya, hanya dua atau tiga sendok makan saja dalam sekali makan.
Hari berikutnya ditingkatkan lagi, pada hari berikutnya makan satu kali sehari dan begitu seterusnya hingga benar-benar tidak makan selama kita tidak beraktivitas.
Jika kita bertemu di tempat orang atau teman dan kita disuguhkan sesuatu kita tetap memakannya hanya sekedar buat pantas pantas saja.
6. Puasa Ngapit Weton
Puasa ini hanya dilakoni pada saat weton atau hari kelahiran saja. Pelaksanaannya melakukan puasa tiga hari, mulai dari sehari sebelum kelahiran, pas kelahiran dan sehari setelah kelahiran.
Puasa ini memiliki makna bahwa kita memelihara atau membersihkan diri sendiri agar terhindar dari kesialan atau keburukan yang mengancam. Puasa ini juga biasanya digunakan untuk memenuhi hajat yang diharapkan.
Itulah beberapa jenis puasa dalam tradisi Jawa yang sering dijalankan oleh masyarakat Jawa hingga saat ini.