INDIE BANYUMAS
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS

KKN HUTAN KITA

KKN HUTAN KITA

Prof Yudhie Haryono PhD

Senin, 10 Maret 2025

Prof Yudhie Haryono PhD
Rektor Universitas Nusantara

Negara Indonesia itu pemilik hutan tropis terluas ke-3 di dunia. Dengan curah hujan tinggi dan sinar matahari penuh sepanjang tahun, mestinya Indonesia leading di bidang kehutanan, karena pohon tumbuh relatif cepat dibanding negara lain, seperti Finlandia, New Zealand dll, di mana kedua negara itu mendapatkan income sangat tinggi dari sektor kehutanan. Mereka bahkan sangat sejahtera dari hasil hutannya. Mereka mengelolanya dengan cermat dan nalar keramat.

Sedangkan kita, saat ini sektor kehutanan justru sangat terpuruk. Kita tahu, luas kawasan hutan 125 juta ha atau 64% dari luas daratan Indonesia. Tapi sumbangan (PNBP) sektor kehutanan untuk negara hanya 6 Trilyun/tahun dari total 500 trilyun PNBP Indonesia pertahun.

Padahal sebelum tahun 1992, sektor kehutanan memberi sumbangan terbesar devisa negara sampai 37%. Tetapi, alih-alih itu ditingkatkan, yang terjadi justru sebaliknya: makin kecil dan hancur. Lucunya, kata orang saat presidennya alumni fakultas kehutanan. Mengapa itu bisa terjadi? Kok bisa hutan makin hancur saat dipimpin sarjana kehutanan?

Hutan kita dieksploitasi sejak lama dan berlanjut sampai sekarang tanpa road map yang kuat dan berkelanjutan. Kalau ini terus berlangsung, nasib kita akan tandus dan kurus bak gurun tanpa kesejukan. Seperti negeri Ethiopia, sangat mungkin terjadi. Dus, perlu kemauan politik sangat besar untuk melestarikan hutan kita demi kehidupan dan peradaban manusia.

Mari kita diskusikan soal perih ini dan buat protokol krisis kehutanan Indonesia. Ini isu sangat penting dan genting di depan mata. Kita memang punya kementrian kehutanan, tapi itu hanya menjamin deforestasi: yaitu penggundulan, penebangan dan penghancuran hutan.

Deforestasi merupakan projek menghancurkan hutan sehingga lahannya dapat dialihgunakan untuk penggunaan nonhutan, seperti pertanian dan perkebunan, peternakan, atau permukiman. Kini, 30 juta hektare hutan dimusnahkan setiap tahun, tanpa usaha memperbaiki dan melestarikannya. Sungguh ini tantangan yang maha dahsyat beratnya.

Sedangkan data dari Global Forest Watch menunjukkan deforestasi di Indonesia mencapai 26,8 juta hektar sepanjang 2001-2019. Deforestasi tersebut paling banyak terjadi di hutan dan lahan Sumatera dan Kalimantan. Di pulau Jawa, Sulawesi dan Papua menyusul. Dan, projek food estate kini menjadi projek utama deforestasi.

Memang dari sisi tujuan, projek food estate ini dilaksanakan untuk mengantisipasi krisis pangan, berniat swasembada pangan dan antisipasi perang dagang pangan. Tentu saja langkah khusus pelaksanaan food estate seolah memberi harapan besar walau praktiknya tidak seperti tujuannya. Dus, kita perlu memperbaikinya di lapangan.

Ya. Komoditi prioritas yang akan dikembangakan dalam food estate ini adalah padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, sorgum, buah-buahan, sayur-sayuran, sagu, kelapa sawit, tebu, dan ternak sapi atau ayam. Tetapi ini perlu praktik ideal yang nir KKN kalau mau berhasil. Bukan seperti yang sudah terjadi. Sebab kini yang hadir adalah kejahatan lingkungan dan penghancuran hutan.

Tentu saja, penyebab deforestasi di Indonesia mayoritas berasal dari aktivitas manusia seperti pembakaran hutan, pembukaan lahan, penebangan pohon ilegal dan tidak terstruktur serta pemanfaatan area hutan untuk pertambangan, pengeboran minyak dan pemukiman. Tetapi, semua hanya berlandaskan kerakusan, bukan kesetimbangan: eko-theo-anthropocentris.

Di atas segalanya, kita harus buat kembali peta besar rekapitalisasi seluruh sektor kekayaan negeri. Hutan dan hasilnya. Laut dan hasilnya. Udara dan potensinya. Tanah dan hasilnya. Upaya ini untuk memastikan alam kita stabil dan keadilan sosial terjamin. Ini tentu agar para pewaris negeri tak menangis karena mendapati warisan alamnya lestari.

Tentu nanti remuk redam buat kita, perih merintih. Terlebih, puncaknya kita kini tak ada lagi mata kuliah geografi. Tapi, kita tetap harus berusaha. Semoga mestakung.(*)

ShareTweetKirimkan
Sebelumnya

Bupati Banyumas dan Wakil Gelar Tarling Perdana di Masjid Al Iman Kebokura, Sumpiuh

Selanjutnya

Bupati dan Wakil Bupati Banyumas Tinjau Bazar Ramadhan Aspikmas Sumpiuh

Selanjutnya
Bupati dan Wakil Bupati Banyumas Tinjau Bazar Ramadhan Aspikmas Sumpiuh

Bupati dan Wakil Bupati Banyumas Tinjau Bazar Ramadhan Aspikmas Sumpiuh

Saka Bhayangkara Polresta Banyumas Gelar Diklat Warta Bhayangkara

Saka Bhayangkara Polresta Banyumas Gelar Diklat Warta Bhayangkara

Tentang Kami / Redaksi
Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com

Tentang Kami / Redaksi / Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI

© 2021 indiebanyumas.com