PONTIANAK – Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Herik Kurniawan, menyerukan perlawanan terhadap gelombang disrupsi media yang dinilainya mengancam masa depan pers nasional. Dalam peringatan Hari Ulang Tahun ke-27 IJTI di Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu (9/8), Herik menegaskan bahwa jurnalis sejati harus tetap tegak berdiri, berpegang pada kode etik dan semangat jurnalisme positif.
“IJTI lahir pada 8 Agustus 1998, di tengah semangat reformasi yang menjunjung tinggi demokrasi, kebebasan pers, dan hak publik atas informasi yang akurat,” ujar Herik. “Nilai-nilai reformasi adalah fondasi kami untuk membangun bangsa dengan semangat keberagaman dan keadilan.”
Dalam pidatonya, Herik mengungkapkan kondisi suram industri media nasional. Hingga Mei 2025, lebih dari 3.500 pekerja media kehilangan pekerjaan, pendapatan iklan menurun tajam, dan pola konsumsi informasi masyarakat berubah drastis. “Media kini semakin bergantung pada platform digital global. Sementara itu, media arus utama harus berjuang keras menegakkan kebenaran di tengah banjir hoaks di media sosial,” katanya.
Meski tantangan kian berat, Herik tetap optimistis. Ia menekankan bahwa teknologi hanyalah alat, dan jurnalis harus adaptif, menguasai keterampilan multimedia, serta berani mempertahankan nilai transparansi, keberanian, dan objektivitas.
Ia juga menyoroti perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang mulai menggeser banyak pekerjaan kreatif. Namun, menurutnya, AI tidak dapat menggantikan peran jurnalis dalam memverifikasi fakta, menegakkan kode etik, dan menghadirkan sentuhan humanis dalam setiap karya jurnalistik.
Menutup pidatonya, Herik mengajak seluruh anggota IJTI untuk terus menjaga semangat jurnalisme positif. “Di ulang tahun ke-27 ini, mari kita tegakkan kode etik dan tetap bekerja untuk rakyat,” pungkasnya.