BANYUMAS– Kabupaten Banyumas kembali menjadi pusat pembelajaran pengelolaan sampah berkelanjutan. Sebanyak 38 peserta Pelatihan
Kepemimpinan Administrator (PKA) Angkatan IV Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang melakukan studi lapangan di Smartroom Graha Satria pada Kamis (22/5/2025).
Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Bupati Banyumas, Sadewo Tri Lastiono, dan dihadiri oleh Kepala BKPP Kota Semarang Joko Hartono, S.STP., M.Si, serta Widyaiswara BPSDMD Provinsi Jawa Tengah.
Joko Hartono menyatakan bahwa studi lapangan ini bertujuan mempelajari tata kelola pemerintahan Banyumas, khususnya keberhasilan pengelolaan sampah yang telah diakui secara nasional.
“Produksi sampah di Semarang mencapai 1.200 ton per hari, masih dikelola secara konvensional dengan sistem kumpul-angkut-buang. Kondisi ini menjadi ‘bom waktu’ jika tidak segera diatasi. Banyumas adalah rujukan utama kami,” tegasnya .
Ia berharap peserta tidak hanya memahami penanganan sampah, tetapi juga mengadopsi pendekatan holistik Banyumas dalam identifikasi masalah dan solusi berbasis masyarakat.
Bupati Sadewo memaparkan bahwa kunci keberhasilan Banyumas terletak pada pendekatan partisipatif dan teknologi. “Kami melibatkan 1.500 tenaga kerja, mulai dari pemilahan sampah oleh ibu-ibu yang awalnya dibiayai APBD hingga kini mandiri berkat nilai ekonomi sampah,” ujarnya.
Fasilitas Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di Banyumas dilengkapi teknologi seperti conveyor dan mesin pemilah. Sampah organik diolah menjadi kompos dan pelet maggot, sedangkan non-organik didaur ulang menjadi paving block dan genteng .
Usai diskusi, rombongan mengunjungi TPST dan TPA BLE untuk melihat langsung proses pengelolaan, termasuk peran kelompok masyarakat (KSM) yang menghasilkan Rp30 juta/bulan dari penjualan sampah bernilai tinggi .
Meski diakui sebagai model, kritik terhadap sistem sentralistik Banyumas juga mengemuka. Beberapa pihak menilai keberhasilan ini bergantung pada anggaran dan semangat awal program, dengan risiko kembalinya ketergantungan pada TPA jika tidak berkelanjutan.
Studi lapangan ini diharapkan menjadi inspirasi bagi Semarang untuk mengadaptasi inovasi Banyumas, sekaligus mengantisipasi tantangan jangka panjang.
“Kami ingin tak hanya mencontoh, tetapi juga menyesuaikan dengan konteks lokal,” pungkas Joko Hartono. (Yoga Cokro)


