BANYUMAS, indiebanyumas.com – Problematika dunia pendidikan di Banyumas tak luput dari sikap konsistensi para pejabat yang kurang tegas. Karena itu, jika tak mampu menyelesaikan persoalan di Dapil, masyarakat tak perlu lagi pilih wakil rakyat yang sama dalam pesta demokrasi di masa mendatang.
Demikian disampaikan Pengamat Pendidikan, Hendi Tristanto ketika ikut menyoroti persoalan yang terjadi dalam dunia pendidikan di Banyumas terkait ketidakadilan yang terjadi di suatu wilayah.
Salah satu yang saat ini sedang menjadi bahan perbincangan yakni soal belum adanya sekolah negeri lanjutan atas di Kecamatan Cilongok di mana wilayah tersebut merupakan wilayah terluas dengan penduduk terbanyak di Kabupaten Banyumas.
“Permasalahan kita sebenarnya ada pada Instansi teknis terkait. Banyak para birokrat di Dinas Pendidikan yang tak paham esensi pendidikan. Padahal instansi mereka ini adalah gudang data terkait kondisi pendidikan kita yang seharusnya tidak sekedar ditumpuk, disimpan tetapi data itu dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan di sektor pendidikan,” tegas Hendi.
Menurut Hendi, golongan pejabat inilah yang harus rajin dijewer oleh Gubernur, Bupati, Dewan, Wartawan bahkan langsung oleh masyarakat karena mereka sering pura-pura bodoh ketika muncul keluhan masyarakat kepada Pemimpinnya.
“Ketika pejabat politik pun tak melakukan apa-apa ketika mendapati Dapil mereka sedang dalam persoalan serius, maka ini perlu diingat oleh masyarakat bahwa ke depan untuk apa mereka dipilih,” tegasnya.
Hendi mengutarakan, harus segera dibentuk zona yang benar supaya sistem pendidikan yang berkeadilan dapat terwujud, meski tanpa harus membangun sekolah baru. Dia menyebut beberapa poin, seperti sikap instansi Pemerintah mulai dari Pusat sampai Daerah yang harus mau berkolaborasi dan menginisiasi partisipasi publik.
“Pemerintah daerah mulai dari kabupaten sampai provinsi harus membuat prediksi jumlah lulusan SD/MI untuk persiapan PPDB SMP Negeri, prediksi jumlah lulusan SMP/MTs untuk persiapan PPDB SMA Negeri. Ini mudah dilakukan karena pemda punya akses data semua peserta didik. Pemda juga siapkan data daya tampung semua SMPN, SMAN,” ungkapnya.
Kata Hendi, apabila daya tampung SMPN lebih kecil dari jumlah lulusan SD/MI dan daya tampung SMAN lebih kecil dari jumlah lulusan SMP/MTs, maka Pemda harus membuat seleksi calon siswa berdasarkan suatu prioritas.
Dia menambahkan, keunggulan dari SMPN adalah bebas biaya sementara SMAN adalah biaya ringan, sehingga prioritas yang paling bijak adalah berdasarkan kondisi ekonomi keluarga calon siswa dimana warga miskin adalah prioritas utama.
Data ini, lanjut Hendi, bisa diperoleh dari BPS maupun Kemensos, atau melibatkan unsur kewilayahan mulai dari Desa, Dusun, RW/RT bahkan Dasa wisma untuk lakukan verifikasi terhadap kondisi ekonomi keluarga calon siswa.
“Hitung proporsi antara jumlah daya tampung SMPN, SMAN dan jumlah penduduk se-kabupaten. Ini solusi simpel,” katanya.
Tokoh masyarakat Cilongok Wahyu Riyono SH MM mengatakan, sejatinya persoalan ini bisa diurai dengan cara simple.
“Bupati atau Wabup segeralah ke Semarang untuk membicarakan persoalan ini Insyaallah kelar. It is just about political will,” kata Wahyu.
Penulis : Angga Saputra