Oleh : Angga Saputra
Tukang Nulis Indiebanyumas
—————
Masih ingat permainan dengan mengucapkan “hompimpa alaium gambreng”? Untuk generasi milenial seperti saya pasti ingat. Itu digunakan oleh anak-anak sebelum bermain untuk menentukan giliran.
Mengutip buku Permainan Tradisional Nusantara oleh Rhama Nurwansyah Sumarsono, S.Pd., M.Pd, kalimat hompimpa alaium gambreng diambil dari bahasa Sanskerta yang memiliki arti “Dari Tuhan kembali ke Tuhan, ayo bermain.”
Selain sebagai simbol ketuhanan, Hompimpa ini juga memiliki nilai tentang musyawarah dalam permainan anak-anak.
Permainan ini ternyata bisa ditarik dalam konteks politik hari ini, lebih dari sekadar permainan. Permainan tradisional ini bisa menjadi rujukan kita semua, termasuk para kontestan pemilu, tentang cara berpolitik yang baik.
Secara filosofis, hal ini dapat menggambarkan bagaimana manusia seharusnya bermain dalam politik, agar dapat menyadari bahwa tujuan dari berpolitik bukanlah ego, tetapi kepantasan diri di hadapan Tuhan. Tidak sekadar antar manusia dengan manusia lainnya.
Apa sih inti dari demokrasi itu? Bukankah terletak pada partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat, tanpa terkecuali, dalam proses politik. Sebab, politik bukanlah “permainan” yang dimainkan oleh segelintir orang saja. Politik adalah upaya bersama yang mensyaratkan setiap warga negara untuk menjadi peserta dan pemegang peran penting.
Mengingat pentingnya keterlibatan aktif kita sebagai masyarakat dalam politik, maka penting bagi kita untuk memahami secara mendalam tentang para kandidat, kebijakan yang mereka usung, dan isu-isu yang menjadi fokus perhatian.
Ini akan membuat kita memiliki pemahaman yang jernih sehingga bisa memilah-milah dengan baik, dan pada akhirnya kita dapat membuat pilihan yang tepat dan bijaksana.
Konsep “hompimpa alaium gambreng” tidak hanya mencerminkan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam politik, tetapi juga menggarisbawahi perlunya komitmen pada kepentingan bersama. Ini bukan semata-mata hak dalam memberikan suara, melainkan juga kewajiban tentang memilih pemimpin yang sejalan dengan kepentingan publik.
Selain itu, kita harus melakukan penilaian kritis terhadap kualifikasi, integritas, dan kebijakan para kandidat, sehingga tidak terjebak untuk sekadar memilih figur karismatik berjanji manis.
Keterlibatan masyarakat dalam dunia politik memiliki esensi yang sama dengan permainan “hompimpa alaium gambreng”.
Dari Tuhan, kembali ke Tuhan, mari kita bermain, tak hanya sekadar permainan anak anak. Namun juga merupakan sebuah representasi nilai bagi masyarakat untuk terus memastikan kepemimpinan yang bertanggung jawab, transparan, dan fokus pada kepentingan publik.