FOKUS– Penurunan kualitas demokrasi di tingkat daerah menjadi sorotan utama dalam Forum Group Discussion (FGD) bertema “Peningkatan Kualitas Pengawasan Pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda)” yang digelar di Kelurahan Pasir Muncang, Purwokerto Barat, Jumat (24/10/2025). Salah satu isu krusial yang dibahas adalah menurunnya kepercayaan publik terhadap proses politik dan penyusunan kebijakan daerah.
Angga Saputra, Pemimpin Redaksi indiebanyumas, menekankan bahwa Perda seharusnya menjadi instrumen hukum yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Namun, lemahnya pengawasan membuat banyak Perda kehilangan efektivitas.
“Kita perlu membangun sistem pengawasan yang efektif, terbuka, dan partisipatif agar Perda benar-benar menjadi alat untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat,” ujar Angga.
Ia mengingatkan bahwa tanpa pengawasan yang kuat, Perda berisiko menjadi sekadar formalitas dan tidak berdampak nyata bagi masyarakat.
Ketua Komisi C DPRD Jawa Tengah dari Fraksi PDI Perjuangan, Bambang Haryanto Baharudin (BHB), menyoroti pentingnya refleksi dan otokritik di kalangan pembuat kebijakan. Ia menyebut bahwa kegagalan merespons kritik publik dapat memperburuk krisis kepercayaan terhadap demokrasi.
“Kalau kami tidak merespons kritik publik, kepercayaan terhadap beban politik dan demokrasi bisa semakin menurun,” tegas BHB.
Ia menekankan bahwa demokrasi harus menjadi ruang partisipatif yang terbuka bagi masyarakat, terutama dalam proses penyusunan kebijakan.
“Forum-forum seperti ini adalah bentuk keterbukaan. Di sinilah masyarakat bisa menyampaikan pandangan dan masukan secara langsung,” lanjutnya.
BHB menambahkan bahwa demokrasi hanya akan kuat jika rakyat dilibatkan secara nyata, bukan sekadar formalitas.
FGD ini diinisiasi oleh BHB dan menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Andi Ali Said Akbar S.I.P., M.A. dari Akademi Unsoed, Angga Saputra dari indiebanyumas, serta dimoderatori oleh Anjar Tri Asmara, jurnalis Mitra FM. Diskusi berlangsung interaktif, dengan partisipasi aktif dari tokoh masyarakat yang menyampaikan berbagai isu terkait pelaksanaan Perda di Banyumas, termasuk soal penambangan, parkir, dan reklame.

Dosen Jurusan Politik FISIP Unsoed, Andi Ali Said Akbar, menegaskan bahwa Perda memiliki peran strategis sebagai instrumen demokrasi sekaligus jembatan antara pemerintah daerah dan masyarakat.
“Peraturan Daerah adalah sarana untuk menjalankan otonomi daerah sekaligus wadah perlindungan hukum bagi aspirasi warga. Ia juga menjadi instrumen untuk menjabarkan peraturan yang lebih tinggi dan mengukur sejauh mana kinerja pemerintah daerah,” jelas Andi.
Ia menyampaikan bahwa Perda seharusnya dipahami sebagai kontrak sosial antara pemimpin dan rakyat, yang mengakomodasi nilai-nilai otonomi daerah dan kearifan lokal secara hukum dan operasional.
Lebih lanjut, Andi menekankan pentingnya partisipasi publik dalam pengawasan pelaksanaan Perda agar kebijakan daerah tidak hanya berhenti di tataran formalitas.
“Hindari pola pikir No Viral No Justice. Jangan menunggu sebuah isu viral baru kemudian ditindaklanjuti,” tegasnya.
Ia juga mendorong pemerintah daerah untuk membuka kanal komunikasi yang efektif dengan masyarakat, seperti hotline pengaduan, forum dialog interaktif (misalnya Banyumas Menjawab atau Bupati Menyapa), serta pemanfaatan media sosial untuk menampung aspirasi publik.
“Yang dibutuhkan bukan hanya keterbukaan, tapi juga respons cepat dan bijaksana terhadap kritik dan laporan masyarakat,” tambahnya.
Andi berharap, dengan meningkatnya kesadaran hukum dan partisipasi publik, Perda benar-benar menjadi instrumen demokrasi yang berpihak pada kesejahteraan masyarakat daerah. (Alri Johan)


