FOKUS – Direktur BUMDesma Jati Makmur, Venty Krisyanti, diberhentikan secara mendadak melalui Musyawarah Antar Desa (MAD) Khusus yang digelar di Pendopo Kecamatan Jatilawang, Selasa (18/6/2025). Pemberhentian ini menuai protes keras karena dinilai tidak transparan dan bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) lembaga.
Venty mengaku tidak pernah menerima pemberitahuan atau undangan resmi sebelum MAD Khusus dilaksanakan.
“Saya terkejut karena forum ini digelar tiba-tiba tanpa ada klarifikasi atau komunikasi sebelumnya kepada saya. Alasan pemberhentian pun tidak disampaikan secara jelas,” ujarnya.
Dalam keterangannya, Venty merujuk Pasal 9 AD/ART BUMDesma yang menyatakan bahwa keputusan dalam MAD harus melibatkan tiga unsur: Musyawarah Antar Desa, Dewan Penasihat, dan Pelaksana Operasional. Ia menilai prosedur tersebut tidak terpenuhi dalam pemberhentiannya.
Venty juga mengutip Pasal 11 AD/ART, yang mengatur bahwa pemberhentian direktur hanya dapat dilakukan apabila:
-Meninggal dunia,
-Masa jabatan berakhir,
-Tidak mampu menjalankan tugas,
-Melanggar AD/ART,
-Merugikan keuangan desa, atau
-Terbukti bersalah berdasarkan keputusan hukum yang berkekuatan tetap.
“Masa jabatan saya baru berjalan dua tahun dan belum berakhir. Saya tidak melanggar aturan, tidak merugikan keuangan desa, dan tidak ada keputusan hukum yang menyatakan saya bersalah. Jadi, apa dasar pemberhentian saya?” tegas Venty.
Ia menambahkan, selama kepemimpinannya, dana hibah sebesar Rp3,1 miliar berhasil dikembangkan menjadi Rp22,8 miliar. Venty juga membantah tudingan kerugian sebesar Rp1,2 miliar, yang menurutnya berasal dari penyimpangan oleh ketua kelompok, bukan dari manajemen BUMDesma.
“Masalah tersebut sudah kami laporkan dan tengah dalam proses hukum,” jelasnya.
MAD Khusus tersebut dihadiri oleh unsur Forkopimcam Jatilawang dan dipimpin oleh Dewan Penasihat yang terdiri dari tiga kepala desa di wilayah tersebut.
Kuasa Hukum Siapkan Gugatan ke PTUN, Akan Lapor KPK
Kuasa hukum Venty, H. Djoko Susanto, SH, menyatakan akan menggugat hasil MAD Khusus ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang dan Pengadilan Negeri. Menurutnya, pemberhentian kliennya cacat prosedur dan melanggar ketentuan AD/ART BUMDesma.
“MAD ini tidak sah karena digelar tanpa permintaan resmi dari Dewan Penasihat maupun Direktur, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (2) AD/ART. Selain itu, kami menemukan indikasi adanya intervensi dan dugaan pungutan liar,” kata Djoko.
Ia menegaskan, pihaknya akan melaporkan dugaan pungli tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Subdit Tindak Pidana Korupsi Direktorat Kriminal Khusus (Krimsus) Polda Jawa Tengah. (Angga Saputra)