BANYUMAS – Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dr Sulyana Dadan SIp MA mengatakan desa harus bisa menjadi kunci perubahan untuk bisa mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara luas dari hasil kebijakan pemimpin.
Menurutnya, pembangunan yang berpusatkan pada rakyat sejauh ini belum berhasil dilaksanakan.
“Sebagian besar wilayah di tanah air adalah pedesaan namun yang menjadi prioritas adalah perkotaan. Jika dilihat dari struktur masyarakatnya, desa selama ini dianggap homogen sehingga kebijakan cenderung top down, padahal desa itu heterogen sehingga kebijakan seharusnya bisa bottom up,” kata Dadan dalam acara Forum Grup Disscusion (FGD) bertemakan Korelasi Pemilukada Terhadap Kesejahteraan Rakyat yang digelar di Balai Desa Petir Kecamatan Kalibagor, Senin (24/6/2024).
Acara yang diinisiasi oleh Ketua Fraksi PDI-P DPRD Provinsi Jawa Tengah Bambang Hariyanto Baharudin (BHB) tersebut diikuti oleh 100 peserta dari masyarakat umum.
Menurut Dadan, pelaksanaan Pilkada sangat penting bagi masyarakat untuk melahirkan pemimpin yang mampu menjalankan roda pemerintahan yang baik. Karena itu, dibutuhkan partisipasi, kolaborasi dan sikap kritis masyarakat terhadap pemimpin yang dihasilkan dalam perhelatan Pilkada.
“Partisipasi dalam Pilkada bisa dilakukan dengan menjadi pemilih yang cerdas serta mengawal prosesnya, kemudian memperkuat jejaring antar elemen dan kritis terhadap siapapun yang terpilih, ” tegasnya.
Dia menyebutkan, Banyumas saat ini membutuhkan perubahan dengan beragam persoalan yang harus diselesaikan. Ia mencontohkan angka kemiskinan yang masih tinggi hingga 12,53 persen, angka kematian ibu dan anak, tingginya angka stunting, persoalan HIV/AIDS dan Narkoba.
“Sebagian besar angka pengangguran di Banyumas juga berasal dari Gen Z yaitu usia antara 17-19 tahun, ini persoalan penting,” ungkapnya.

Dalam kesempatan sama, Wakil Dekan Fisip Unsoed Luthfi Makhasin SIp MA PhD mengatakan, persaingan politik semakin bebas sehingga tingkat keterwakilan lebih mengarah pada materialisti dibandingkan dengan ideologis. Menurutnya, koalisi Parpol juga berjalan terlalu cair dan mudah berubah.
“Biaya politik makin mahal, polarisasi politik rawan terjadi di tingkat elit dan masyarakat akar rumput. Akibatnya timbul ketidakpercayaan, perselisihan dan juga dendam politik. Kita bisa melihat kenyataan bahwa politik elektoral makin jauh dari politik kebijakan,” katanya.
Oleh karena itu, kata Lutfi, problem kesejahteraan masyarakat memerlukan solusi politik dimana dibutuhkan mandat, kewenangan, kapasitas dan legitimasi yang diperoleh dari kemenangan elektoral baik di Pemilu, Pilpres ataupun Pilkada.
“Namun demikian, realitas politik hari ini menunjukkan bahwa politik elektoral seringkali bersimpang jalan dengan politik kebijakan. Peran elit parpol dan masyarakat penting untuk mengatasi ini,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi PDI-P DPRD Provinsi Jateng Bambang Hariyanto Baharudin (BHB) mengatakan, selama ini tidak ada yang tidak menawarkan kepada masyarakat bahwa mereka para calon pemimpin siap untuk mensejahterakan rakyatnya. Meski begitu, dalam perjalanan setelah kekuasaan itu diperoleh, upaya untuk merealisasikan janji tersebut masih harus dipertanyakan.
“Padahal, tujuan dari berpolitik tidak lain yaitu untuk kesejahteraan rakyat, oleh sebab itu partisipasi masyarakat harus berjalan secara baik,” katanya.
Menurut BHB, demokrasi tanpa partisipasi langsung dari rakyat merupakan bentuk pengingkaran terhadap demokrasi itu sendiri. Adapun esensi dari demokrasi adalah partisipasi publik dalam menentukan pemimpin untuk menentukan kebijakan publik.
“Hanya saja, esensi demokrasi saat ini hanya sebatas menyentuh pada aspek prosedural semata. Pernah terjadi seorang calon yang sedang dalam penjara, dan calon tersebut terpilih. Ini kan menjadi sangat jauh dari substansi dalam mencapai proses Pemilukada ideal yang seharusnya melahirkan pemimpin baik yang mampu mensejahterakan masyarakat,” kata BHB yang juga Ketua Komisi C DPRD Provinsi Jateng ini. (Angga Saputra)