Mendengar kata singkong yang dalam bahasa Inggrisnya disebut Cassava, kita pasti langsung teringat umbi yang bentuknya memanjang, serta salah satu ujungnya meruncing.
Singkong dikenal dengan sebutan ketela pohon atau ubi kayu yang termasuk tumbuhan umbi akar.
Singkong merupakan pohon tahunan tropika dan subtropika yang dapat ditanam sepanjang tahun.
Bagian yang dimakan dari tanaman singkong selain bagian umbi atau akarnya juga daunnya, biasanya dimanfaatkan untuk ragam masakan.Kandungan Gizi dan Manfaat
Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin akan protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin.
Selain umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Rasanya sedikit manis, ada pula yang pahit tergantung pada kandungan racun glukosida yang dapat membentuk asam sianida.
Umumnya daging umbi singkong berwarna putih atau kekuning – kuningan, untuk rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih segar dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Pada jenis singkong yang pahit, proses pemasakan sangat diperlukan untuk menurunkan kadar racunnya.
Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Dalam hal ini umbi singkong mudah sekali rusak, ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia.
Singkong banyak digunakan pada berbagai macam penganan, mulai dari ondol budin khas Banyumasan, Combro, kripik, kudapan, sayuran hingga tape.
Bahkan bisa juga dibuat tepung singkong yaitu tepung tapioka yang dapat digunakan untuk mengganti tepung gandum, tepung ini baik untuk pengidap alergi.
Di Banyumas, ada dua jenis singkong yang saat ini dikenal sebagai singkong terbaik. Yang pertama adalah singkong Marjoko. Sejauh ini belum ada yang memastikan kapan penamaan dari jenis ketela ini, namun keberadaan Singkong Mardjoko menurut sejumlah petani sudah eksis sejak 10 tahun lebih.
“Dulu budin yang mempur (pulen) kalau di Banyumas itu namanya Sampurandu, kalau sekarang yang paling dicari ya Budin Marjoko,” ungkap petani yang juga pengepul ketela asal Cilongok, Edi Tarsikun.
Menurut Edi, perbedaan antara singkong atau budin Marjoko dengan singkong lain bisa dilihat dari bentuk yang lebih besar. Rata-rata satu buah singkong Marjoko berbobot 2 hingga 3 Kg.
“Ketela Marjoko lebih besar dari sampurandu yang sekarang sudah tidak lagi ada. Rata-rata budin Marjoko satu buahnya 2 sampai 3 Kg,’ katanya.
Harga budin Marjoko pun terjangkau. Satu kilo Budin Marjoko jika membeli langsung dari petani seharga Rp 3 ribu rupiah.
“Saat ini budin Marjoko yang paling banyak diburu untuk membuat makanan tradisional, maupun tape dan segala macam yang berbahan baku ketela,” kata Edi.
Selain Budin Marjoko, Edi juga menyebut Budin Slenthem. Namun singkong yang satu ini menjadi pilihan kedua setelah budin Marjoko.
“Kita juga nggak paham arti nama slenthem, kalau Budin Mardjoko mungkin karena dulu yang menanam pak Marjoko dan itu menjadi jenis yang terbaik saat ini,’ ungkapnya.