indiebanyumas.com- Integritas Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie dianggap meragukan lantaran anaknya adalah pengurus partai Geridndra. Lembaga kajian demokrasi Public Virtue Research Institute (PVRI) menyampaikan keraguan integritas Jimly.
Direktur Eksekutif PVRI, Yansen Dinata menyebutkan ada potensi konflik kepentingan lantaran Jimly juga pernah nyatakan dukungan ke Prabowo.
“Jimmly pernah menemui Prabowo pada awal Mei 2023. Dari pertemuan itu, Jimly pernah mengakui dukungannya kepada Prabowo dalam Pilpres 2024. Kemudian, salah seorang anak Jimmly, yaitu Robby Ashiddiqie juga merupakan calon legislator Partai Gerindra pimpinan Prabowo,” kata Yansen, keterangan pers diterima, Selasa (24/10/2023) dikutip dari laman liputan6.
Adapun anak Jimly, Robby Ferliansyah Ashiddiqie menduduki kursi Wakil Sekjen DPP Gerindra.
Menurut Yansen, dalam sistem politik ketatanegaraan, MK memiliki kewenangan memutus perselisihan pemilu, termasuk jika ada pelanggaran oleh Presiden yang sedang berkuasa atau peserta Pemilu.
Kini, MK tengah disorot lantaran meloloskan batas usia minimal di bawah 40 tahun bisa menjadi calon presiden atau calon wakil presiden selama pernah menjadi kepala daerah.
Putusan itu dinilai memuluskan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi untuk maju Pilpres 2024 bersama Prabow Subianto.
“Pemilu yang adil memerlukan kekuasaan kehakiman yang berani melakukan check and balances atas penyelenggara negara eksekutif. Dengan kondisi MK saat ini serta komposisi Majelis Kehormatan yang kental konflik kepentingan, sulit berharap adanya putusan yang berkeadilan jika ada sengketa politik peserta Pemilu,” kta Yansen.
Yansen menilai pembentukan komposisi MK akan melemahkan kredibilitas Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi dan demokrasi di Indonesia.
“Pelemahan demokrasi dan kebebasan sipil membesar jika Pilpres 2024 memenangkan dinasti. Ini bagian dari rentetan peristiwa yang menandai kemunduran demokrasi. Ini juga merupakan bentuk pewajaran praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Publik disuguhi pasangan dinasti era Soeharto dan era Jokowi,” jelas Yansen.
Sementara itu, Pengurus PVRI Anita Wahid menegaslan penentuan Bacapres yang dimuluskan MK telah melanggar etika politik.
“Kondisi saat ini mengkhawatirkan. Rangkap jabatan kembali lumrah. Pembuatan kebijakan terang-terangan mengabaikan masyarakat. Lembaga pemberantas korupsi dilemahkan dengan retorika anti radikalisme.” jelas Anita yang juga merupakan puteri ke-3 Presiden ke-4 KH. Abdurrahman Wahid.