FOKUS— Ahli waris pemilik lahan yang kini menjadi Lapangan Besar Cilongok secara resmi melayangkan dua tuntutan kepada Bupati Banyumas. Tuntutan ini terkait sengketa lahan seluas lebih dari 1,1 hektare di tepi Jalan Raya Cilongok–Ajibarang, yang diduga telah digunakan pemerintah sejak tahun 1967 tanpa pembayaran sewa.
Surat tuntutan tertanggal 15 Juli 2025 tersebut ditandatangani oleh kuasa ahli waris, Angga Saputra.
Dalam suratnya, para ahli waris mendesak Bupati Banyumas untuk segera memenuhi hak-hak mereka atas penggunaan lahan tersebut.
“Karena sejak awal ada akad sewa, maka harus ada perhitungan kompensasi sejak 1967. Status lahan itu pun sudah jelas milik delapan orang ahli waris,” tegas Angga.
Dua Tuntutan Utama Ahli Waris
1. Pembayaran Kompensasi Sewa Lahan dan Ganti Rugi :
Ahli waris menuntut kompensasi atas penggunaan lahan yang dimulai sejak tahun 1967. Mereka menyatakan bahwa saat itu, pemerintah melalui pihak kecamatan hanya mengganti rugi tanaman yang tumbuh di atas tanah, bukan membeli lahannya.
“Dari keterangan para ahli waris, disebutkan bahwa permintaan saat itu bukan untuk pembelian lahan, melainkan sewa. Jadi dihitung sewa selama berpuluh-puluh tahun dan juga ganti rugi atau menyerahkan sepenuhnya tanah itu kepada kami kembali,” jelas Angga.
2. Penghentian Klaim dan Pungutan oleh Kecamatan:
Tuntutan kedua adalah agar pihak Kecamatan Cilongok tidak lagi mengklaim Lapangan Besar Cilongok sebagai miliknya dan berhenti menarik pungutan dari berbagai kegiatan yang diselenggarakan di sana.
“Selama ini, ketika ada kegiatan tertentu di lapangan, kerap diminta uang kas. Tapi uangnya disetor ke mana? Kalau tidak ke kas resmi Pemkab Banyumas, ini bisa masuk kategori pungutan liar,” ujar Angga.
Sejarah Lahan dan Dugaan Maladministrasi
Angga Saputra juga menjelaskan kronologi kepemilikan lahan. Pada tahun 1965–1967, pemerintah meminta delapan warga untuk menyerahkan lahan produktif mereka demi pembangunan lapangan sepak bola. Lahan yang diminta mencapai lebih dari 1,1 hektare, dengan rincian kepemilikan sebagai berikut (satu sangga setara 70 meter persegi):
* Bapak Madikram: 40 sangga
* Bapak Santohid: 25 sangga
* Bapak Sodiq: 17 sangga
* Bapak Muhadi: 5 sangga
* Bapak Rifangi: 7 sangga
* Ibu Casem: 5 sangga
* Bapak Dul Warno: 13 sangga
* Bapak Suhud: 5 sangga
Angga mengungkapkan bahwa proses pembebasan lahan kala itu diduga dilakukan di bawah tekanan, bahkan surat tanda kepemilikan (petuk) juga diambil oleh aparat kecamatan.
“Dari 8 pemilik lahan, satu orang belum memberikan surat kuasa, sedangkan satu orang telah hilang jejak,” terang Angga.
Sertifikasi Lahan Atas Nama Pemdes Cilongok Dinilai Cacat Hukum
Situasi semakin rumit setelah pada 10 Juli 2025, ahli waris mengetahui bahwa lahan tersebut telah disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa (Pemdes) Cilongok, berdasarkan letter C.
“Proses sertifikasi ini tidak memiliki dasar yang jelas. Ketika Pemdes Cilongok diminta menjelaskan dasar hukumnya dalam sebuah forum, mereka tidak mampu menjawab. Ini mengindikasikan perbuatan melawan hukum,” tegas Alri Johan, salah satu ahli waris. (Tim Redaksi)