BANYUMAS – Program Bansos Sembako yang digulirkan pemerintah sejak 2016 silam, hingga kini masih sarat masalah.
Di Banyumas, kebebasan e-warong untuk memilih menyediakan bahan pangan bagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) tidak terlaksana sebagaimana ketentuan yang diberlakukan pemerintah. Mereka, para agen e-warong dibayangi ketakutan kepada paguyuban apabila ingin memilih penyedia bahan pangan.
Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dinsospermandes) Kabupaten Banyumas, Drs Widarso MM menegaskan, agen e-warong mengacu pada ketentuan yang diatur pemerintah, yakni Pedoman Umum (Pedum) Bansos Sembako, mereka punya hak penuh untuk melayani KPM dengan baik.
“Sesuai Pedum hak sepenuhnya ada di mereka, diharapkan mereka mempunyai keleluasaan dalam melaksanakan fungsinya sebagai penyedia bahan pangan dalam program Bansos Sembako kepada KPM,” katanya.
Dia kembali mempertegas atas wewenang penuh agen e-warong berkaitan dengan penyediaan bahan pangan dalam progam Sembako. Sehingga, lanjut dia, ketika terjadi fakta bahwa ada kekhawatiran dari agen e-warong jika tidak menuruti keinginan paguyuban, maka itu salah.
“Agen e-warung diberikan kewenangan sepenuhnya dalam memilih bahan pangan bagi KPM. Sedangkan keberadaan paguyuban juga ada awalnya inisiatif dari e-warung itu sendiri,” tegas Widarso.
Dia menyatakan, pihaknya juga sebenarnya sudah berusaha melakukan sosialisasi lewat Tenaga Sosial tentang kewenangan agen e-warung, termasuk kebebasan dalam melakukan kerja sama dengan pemasoka tau suplier.
“Kami sudah berupaya memberikan penjelasan kepada TKSK terkait hal itu, sudah kami lakuka. Lalu, kami juga tidak diberikan kewenangan untuk mengatur atau menentukan siapa yg menjadi pemasok dari e-warung, tidak boleh,” tandasnya.
Mengalami Ketakutan
Salah seorang penyedia bahan pangan dalam program Sembako asal Purwokerto, menuturkan, fakta yang terjadi di seluruh wilayah kecamatan, setiap agen e-warong yang ingin memilih kepada siapa mereka akan bekerja sama, mengalami ketakutan terhadap paguyuban.
“Entah khawatir berkaitan dengan apa, namun semua wilayah kondisinya menjadi berbeda jika mengacu pada ketentuan. Pedum Sembako kan seharusnya menjadi acuan utama bagi e-warong dalam melayani KPM, tetapi yang terjadi paguyuban justru mengalahkan Pedum yang sah sebagai ketentuan dalam pelaksanaan distribusi Bansos Sembako,” kata penyedia salah satu komoditi yang meminta namanya tak disebutkan.
Apa yang dikatakan penyedia tersebut juga sama disampaikan oleh penyedia lain yang kini sama-sama sedang melobi kerja sama karena memaknai hal tersebut sebagai sebuah pasar bebas. Ketika indiebanyumas.com menanyakan ihwal ini kepada sejumlah agen e-warong, mereka membenarkan sepenuhnya kondisi yang terjadi.
“Saya tidak tahu terkait dengan siapa sebenarnya penyedia bahan pangan, intinya tanda tangan untuk kerjasama yang disodorkan paguyuban. Padahal jika ingin memilih komoditi, maka jelas kami punya pilihan terutama dari produk lokal saja, dan berkaitan harga,” kata agen e-warong Desa Sudimara, Rudin kepada indiebanyumas.com.
Rudin yang sebelum menjadi e-warong telah membuka usaha warung kelontong sekaligus menjadi pembeli gabah petani, justru saat ini untuk usaha berasnya mengalami kemerosotan omset.
“Karena beras kita tak dibeli, sedangkan ketika kami tawarkan ke pedagang biasa harganya kini menjadi tak stabil. Adanya rencana jika hasil dari komoditas lokal kemudian dibeli untuk kepentingan bansos Sembako, saya sangat sepakat karena inilah yang bisa dikatakan ekonomi gotong royong,” tegasnya. (ang-1)