FOKUS – Akademisi sekaligus peneliti senior, Barid Hardiyanto, mengusulkan gagasan radikal untuk mengalihkan tunjangan DPRD Kabupaten Banyumas sebesar Rp118 miliar menjadi program pengentasan kemiskinan langsung. Melalui skema Affirmative Basic Income (ABI), dana tersebut dinilai mampu mengangkat 19.630 jiwa dari total 207,8 ribu penduduk miskin di Banyumas selama satu tahun penuh.
Barid, yang merupakan dosen di UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto dan UNU Purwokerto sekaligus peneliti senior LPPSLH, menyampaikan gagasan ini sebagai respons atas keresahan publik terhadap besaran tunjangan legislatif yang kini tengah menjadi sorotan Kejaksaan.
Mengacu pada data BPS 2024, garis kemiskinan di Banyumas mencapai Rp500.861 per kapita per bulan. Dari angka tersebut, Barid melakukan kalkulasi konkret:
- Anggaran tersedia: Rp118.000.000.000
- Kebutuhan per jiwa per tahun: Rp500.861 × 12 bulan = Rp6.010.332
- Potensi penerima manfaat: Rp118 miliar ÷ Rp6.010.332 = 19.632 orang (dibulatkan 19.630 jiwa)
“Angka ini bukan sekadar asumsi, tetapi hasil perhitungan nyata berdasarkan data resmi BPS,” tegas Barid, Rabu (24/9/2025).
“Kita dihadapkan pada pilihan: membiarkan dana fantastis ini jadi polemik, atau menggunakannya untuk secara langsung membebaskan hampir 20 ribu saudara kita dari jerat kemiskinan ekstrem. Konsep Affirmative Basic Income menawarkan jalan keluar paling cepat dan berdampak,” imbuhny.
Barid menjelaskan, ABI merupakan pengembangan dari gagasan sebelumnya, yakni alokasi dana untuk Kartu Indonesia Sehat (KIS), perbaikan jalan rusak, dan program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH).
“Inti dari kedua gagasan sama: keberpihakan anggaran pada rakyat miskin. Bedanya, jika program sektoral cenderung parsial, ABI adalah intervensi langsung pada akar masalah kemiskinan, yaitu ketiadaan pendapatan. Dengan ini, penerima mendapat martabat dan kebebasan untuk memenuhi kebutuhan mendesak,” tambahnya.
Selain meningkatkan daya beli masyarakat, Barid menilai ABI juga akan menghidupkan perekonomian lokal karena dana Rp118 miliar tersebut berputar kembali di warung, pasar, dan UMKM desa.
Ia mendesak Pemerintah Kabupaten dan pimpinan DPRD Banyumas membuka dialog serta mempertimbangkan usulan ini secara serius.
“Momentum ini bisa mengubah krisis kepercayaan publik menjadi kebijakan populis yang historis dan monumental bagi pengentasan kemiskinan di Banyumas,” pungkasnya. (Angga Saputra)