FOKUS –Audiensi antara Aliansi Mahasiswa Banyumas Raya dengan DPRD Kabupaten Banyumas, Selasa (23/9/2025), berlangsung panas. Mahasiswa menyoroti lemahnya transparansi pengelolaan anggaran serta besarnya tunjangan pimpinan dan anggota dewan.
Yoga Dwi Yuwono, Presiden BEM UMP mengkritik keras pernyataan Ketua DPRD Banyumas, Subagyo, yang sebelumnya mengaku tidak mengetahui detail jumlah tunjangan yang ia terima.
“Kalau sampai Ketua DPRD tidak tahu berapa uang yang masuk ke rekeningnya, bagaimana publik bisa percaya? Padahal anggaran itu harus dialokasikan untuk masyarakat, bukan sekadar angka statistik,” tegas Yoga.
Ia menilai pernyataan tersebut mencerminkan rendahnya akuntabilitas lembaga legislatif. Menurutnya, DPRD seharusnya menjunjung lima prinsip utama, yakni keadilan sosial, akuntabilitas, transparansi, orientasi pada kepentingan publik, serta keterbukaan informasi kebijakan.
“Transparansi anggaran harus jelas, termasuk publikasi hasil audit BPK agar masyarakat tahu ke mana APBD digunakan,” tambahnya.
Menanggapi kritik tersebut, anggota DPRD Banyumas, Rachmat Imanda, menyatakan bahwa pengelolaan anggaran daerah pada prinsipnya untuk kepentingan rakyat.
“Alokasi kesehatan, infrastruktur, semua harus jelas. Kalau ada masukan atau temuan terkait pelanggaran anggaran, itu justru memperkuat fungsi pengawasan DPRD,” kata Imanda.
Namun mahasiswa tetap mempertanyakan sikap Ketua DPRD yang tidak mengetahui detail gaji dan tunjangan. Saat audiensi, mahasiswa ditemui oleh Ketua DPRD Banyumas Subagyo, Pimpinan lainnya, Imam Ahfas (PKB), Joko Pramono dan dua anggota yaitu Rachmat Imanda (Gerindra) dan Slamet Sukoco.
“Ironis, seorang ketua dewan justru tidak tahu besaran tunjangannya,” ucap salah satu mahasiswa.
Imanda hanya menanggapi singkat. “Kita transparan dan terbuka, semua bisa dicek,” ujarnya.
Suasana audiensi semakin memanas ketika mahasiswa meminta DPRD menyampaikan secara terbuka nominal gaji bulanan mereka. Mahasiswa juga menyinggung kajian yang mereka susun, yang menyebut gaji anggota DPRD mencapai Rp90 juta per bulan.
Permintaan itu tak mendapat jawaban tegas. Wakil Ketua DPRD Banyumas dari Fraksi PKS, Joko Pramono, bersama Slamet Sukoco dari fraksi yang sama, menyebut besaran gaji dan tunjangan ditentukan melalui Peraturan Bupati (Perbup).
“Kami sudah menyurati bupati, karena dasar perhitungan ada di Perbup. Untuk angka nominal kami tidak bisa menandatangani, karena Perbup baru yang akan menentukan,” ujar Joko.
Joko juga meragukan validitas kajian mahasiswa yang menurutnya hanya bersumber dari pemberitaan media. Pernyataan itu justru kembali memicu ketegangan dalam forum audiensi. Sehingga mahasiswa memilih untuk membubarkan diri sembari memberikan deadline agar selama 3 hari Perbup harus segera direvisi.

Setelah itu mahasiswa kemudian menyampakan pernyataan sikap di jalan pintu masuk gedung DPRD Banyumas. Dalam pernyataannya, Aliansi Mahasiswa Banyumas Raya menyampaikan empat tuntutan utama:
1. Revisi kebijakan tunjangan DPRD, agar lebih sesuai dengan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat serta mengacu pada prinsip kepatutan.
2. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas, terutama dalam pengelolaan anggaran publik dan penggunaan APBD.
3. Keterlibatan masyarakat, dengan membuka ruang partisipasi dalam pengambilan keputusan terkait anggaran dan tunjangan DPRD.
4. Relokasi dana, dengan mengalihkan sebagian anggaran tunjangan DPRD ke sektor prioritas seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pembangunan desa, dan kesejahteraan pekerja.
Angga Saputra