FOKUS – Polemik tunjangan perumahan dan transportasi DPRD Banyumas terus menuai kritik. Akademisi, praktisi hukum, hingga masyarakat sipil menilai besaran tunjangan yang diatur melalui Peraturan Bupati (Perbup) tidak sesuai dengan kondisi keuangan daerah dan situasi ekonomi masyarakat.
Akademisi Unsoed Dr. Indaru Setyo Nurprojo, S.IP., M.A menegaskan harus ada dialog antara eksekutif dan legislatif untuk mencari solusi terkait tuntutan masyrakat yang meminta tunjangan DPRD di turunkan sesuai azas kepantasan.
“Perbup memang kewenangan bupati. Jadi kalau masih bisa didialogkan, eksekutif dan legislatif harus duduk bersama. Komprominya bukan hanya untuk kepentingan legislatif, tapi masyarakat ,” ujarnya, Jumat (19/9/2025)
Menurutnya, pos anggaran daerah seringkali hanya bergeser dari satu item ke item lain, misalnya dari belanja ATK ke kegiatan sosialisasi perda (sosper) yang nilainya cukup besar. Ia menilai gelombang kritik masyarakat merupakan momentum yang tidak boleh diabaikan.
“Kalau Bupati membiarkan ini sudah jelas salah. Basis hukumnya ada, tapi tetap perlu refleksi demi rasa keadilan masyarakat,” tambahnya.
Ketua DPC Peradi Purwokerto, Happy Sunaryanto SH MH, menilai tunjangan DPRD Banyumas sudah tidak wajar dan perlu segera direvisi. Ia menegaskan, Perbup bukan aturan yang sakral dan bisa diubah sesuai kebutuhan daerah. “Yang tidak bisa direvisi itu kitab suci. Perbup bisa direvisi, jadi Bupati jangan ragu melihat kondisi keuangan daerah,” tegasnya, Sabtu (20/9).
Happy menekankan, tunjangan seharusnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dan memenuhi asas kewajaran. “Kontrak rumah dinas dewan seharusnya mengacu pada Standar Satuan Harga (SSH), bukan angka yang tidak proporsional. DPRD juga harus punya sense of crisis,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Forum Banyumas Eling (FBE), Yudo F. Sudiro, menilai pemberian tunjangan yang terlalu besar berpotensi melukai rasa keadilan publik.
“Biaya politik memang besar, tapi tunjangan harus mempertimbangkan asas kepatutan dan kondisi sosial masyarakat. Apalagi di tengah ekonomi sulit seperti sekarang,” ujarnya.
FBE mendorong agar rasionalisasi tunjangan dialokasikan untuk program pembangunan yang berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat dan meningkatkan daya beli masyarakat. (Angga Saputra)