FOKUS – Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof. Dr Hibnu Nugroho SH MH, menanggapi polemik terkait besaran tunjangan perumahan dan transportasi bagi pimpinan serta anggota DPRD Banyumas. Ia menegaskan bahwa pemberian tunjangan harus berlandaskan asas kepatutan dan mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat.
“Namanya Peraturan Bupati, tentu bisa diubah oleh Bupati. Apalagi jika ada tuntutan masyarakat. Tunjangan itu harus berdasarkan asas kepatutan dan disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat,” ujar Hibnu, Kamis (18/9/2025).
Hibnu yang juga anggota Tenaga Ahli Jaksa Agung ini mengatakan, dasar hukum pemberian tunjangan memang tertuang dalam Peraturan Bupati (Perbup), namun regulasi tersebut bersifat dinamis dan dapat disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan serta aspirasi publik.
Lebih lanjut, Hibnu menekankan bahwa besaran tunjangan tidak boleh menjadi pos anggaran yang kaku. Ia menyebut, penetapan anggaran harus selaras dengan kemampuan keuangan daerah.
“Dasarnya sesuai dengan kemampuan APBD. Jadi tidak bisa dipatok anggarannya sendiri,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya keterkaitan antara tunjangan dan kinerja anggota dewan. Menurutnya, tunjangan tidak layak diberikan jika tidak ada capaian kerja yang jelas.
“Kalau tidak ada target kerja, seharusnya tidak berhak mendapat tunjangan. Tidak mungkin masa tidur diberi tunjangan. Jadi harus berbasis kinerja, dengan parameter yang jelas,” tegasnya.
Menanggapi desakan masyarakat agar tunjangan DPRD dievaluasi, Hibnu mendorong birokrasi agar lebih adaptif dan terbuka terhadap perubahan.
“Sekarang eranya asas kepatutan dan responsivitas, bukan lagi birokrasi yang kaku dan tertutup. Kalau masih seperti itu, ya ketinggalan zaman,” pungkasnya. (Angga Saputra)


