HUKUM – Seorang warga Kelurahan Purwokerto Kidul, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas, mengadukan dugaan praktik utang berbunga tidak wajar ke Klinik Hukum Peradi SAI Purwokerto. Farid Walidi, warga yang bersangkutan, mengaku awalnya meminjam uang sebesar Rp30 juta, namun kini ditagih hingga Rp170 juta dengan bunga berjalan mencapai Rp300 ribu per hari.
“Saya pinjam Rp30 juta karena sudah ada hubungan baik dengan pemberi utang. Tidak ada jaminan, tidak ada perjanjian tertulis. Uang itu saya gunakan untuk melunasi utang lainnya,” ujar Farid saat ditemui di Klinik Hukum Peradi SAI, Selasa (9/9/2025).
Farid menyebut sempat menitipkan uang sekitar Rp7 juta pada tahun 2024 sebagai bentuk itikad baik. Namun, ia justru mendapat tekanan untuk segera melunasi seluruh utang yang diklaim telah membengkak.
“Penagihan pertama langsung menyebut angka Rp170 juta. Saya bingung dan tidak sempat menanyakan kenapa bisa sebesar itu. Yang saya tahu, bunganya Rp300 ribu per hari,” lanjutnya.
Penagihan dilakukan melalui pesan WhatsApp, disertai ancaman akan melibatkan jasa kolektor atau aparat penegak hukum jika tidak segera diselesaikan. Farid juga mengaku pernah didatangi penagih utang ke rumahnya, meski tanpa ancaman fisik.
“Terakhir saya menerima somasi. Isinya menyebutkan ancaman hukum, baik secara perdata maupun pidana. Karena itu saya mencari bantuan hukum,” jelasnya.
Menanggapi laporan tersebut, Kuasa Hukum Klinik Hukum Peradi SAI Purwokerto, Eko Prihatin, SH, didampingi Wahidin, SH, menyatakan akan memberikan pendampingan hukum kepada Farid.
“Hari ini kami menerima aduan dari Bapak Farid Walidi terkait penagihan utang sebesar Rp170 juta, padahal utang awal hanya Rp30 juta. Kami melihat adanya indikasi pemerasan dalam kasus ini,” ujar Eko.
Klinik Hukum berencana melaporkan kasus ini ke Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Banyumas. Dugaan awal mencakup tindak pidana pemerasan, praktik rentenir, serta potensi pengancaman melalui pihak ketiga.
“Kami akan menelaah bukti-bukti yang ada. Dugaan lainnya adalah keterlibatan pihak yang dipekerjakan untuk melakukan penagihan, yang bisa masuk dalam unsur tindak pidana lainnya,” tambah Eko. (Angga Saputra)


