Angga Saputra
Pimpinan Redaksi
PDI Perjuangan masih menjadi partai dengan pengaruh terbesar di Banyumas. Sejak Pemilu 1999 hingga 2024, kursi PDI-P di DPRD Kabupaten Banyumas tak pernah tergeser oleh partai manapun. Bahkan ketika pada Pemilu 2004 perolehan PDI-P di berbagai daerah “jatuh bebas”, Banyumas hanya kehilangan satu kursi.
Kekuatan itu menjadi bukti betapa massa marhaen Banyumas begitu militan. Mereka bukan sekadar pemilih, melainkan pengikut setia banteng moncong putih. Kalangan kader kerap menyebut prinsipnya dengan istilah “Teguh Cekelan Wathon”, yakni berpegang teguh pada garis perjuangan, apapun taruhannya.
Kendati dalam Pilpres 2024 PDI-P harus menerima kekalahan, suara partai di Banyumas–Cilacap justru masih berhasil menghantarkan dua kadernya ke Senayan. Tak hanya itu, tiga kursi DPRD Provinsi Jawa Tengah dari Dapil Banyumas pun berhasil mereka amankan dengan pola kerja komandante, strategi internal yang digunakan untuk mengatur dan mengarahkan pemenangan calon legislatif (caleg) secara lebih terstruktur dan berbasis gotong royong
Kini, PDI-P bersiap menggelar penataan kepengurusan di tingkat daerah. Banyumas tentu menjadi sorotan. Seperti tradisi yang sudah-sudah, hajatan ini akan ramai, bahkan atmosfernya kerap disamakan dengan pemilihan kepala daerah. Jika sepak bola memiliki dua laga paling bergengsi—Final Liga Champions dan Final Piala Dunia—maka di internal PDI-P Banyumas, perebutan kursi ketua DPC bisa disejajarkan dengan kontestasi Pilbup.
Setiap partai punya mekanisme dalam menjaring dan menyaring. Pun demikian dengan PDI-P. Dalam proses suksesi kepemimpinan PDI-P termasuk di Banyumas, secara prinsip, DPP PDI-P akan menerima nama-nama yang diusulkan dari tingkatan Pengurus Anak Cabang (PAC) di tingkat kecamatan. Setiap PAC, akan mengusulkan nama-nama kader yang akan diusulkan ke DPP PDI-P melalui rapat pleno masing-masing. Proses itu akan berlangsung dalam akhir pekan ini.
Setelah nama usulan dari PAC itu tersampaikan ke DPP PDI-P, kemudian mereka diundang untuk mengikuti fit and proper test. Selesai di sana, akan muncul hanya satu nama ketua, lantas digelar apa yang disebut Konferensi Cabang (Konfercab) DPC PDI-P Banyumas. Konfercab ini tentu berbeda dengan yang lain, hanya mengumumkan kepada para PAC siapa nama kader terpilih yang mana dia akan menjadi nahkoda bersama pasukan yang ia bentuk untuk terus menaklukan badai dalam lautan politik di Banyumas.
Pertanyaannya, siapa saja kader yang dianggap layak menahkodai “banteng” di Banyumas periode mendatang? Nama-nama itu sudah mulai beredar di akar rumput, dari mereka yang punya rekam jejak panjang di legislatif hingga kader muda yang tengah naik daun.
Bambang Hariyanto Baharudin (BHB)
Pertama adalah Bambang Hariyanto Baharudin dan lebih dikenal dengan sapaan BHB. Memilih jalur perjuangan lewat partai politik sejak masih menjadi mahasiswa di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), sejak tahun 1996 dirinya didaulat menjadi Ketua DPC PDI Pro Mega yang bertransformasi menjadi PDI Perjuangan.
Pria kelahiran Sokaraja ini dilantik untuk ke-6 kalinya sejak Pileg 1999 atau pasca era reformasi sebagai anggota Fraksi PDI Perjuangan. Di dalam internal fraksi, BHB pernah menjabat sebagai ketua fraksi, Badan Kehormatan DPRD Jateng dan Ketua Komisi C.
Dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif 2024 yang digelar Februari lalu, BHB memperoleh suara yang cukup siginifikan. Sesuai dengan sistem Komandante yang dijalankan di seluruh wilayah Jawa Tengah, BHB berhasil memperoleh sebanyak 104.301 suara hanya di Dua Dapil di Kabupaten Banyumas yakni Dapil 1 dan Dapil III.
Sadewo Tri Lastiono
Siapa yang tak kenal nama ini? Kader PDI-P yang memulai karir berpolitik dari sebagai Ketua PAC di Purwokerto Selatan ini kini menjadi orang nomor satu di pemerintahan Kabupaten Banyumas setelah menang dalam Pilkada serentak yang digelar Februari kemarin.
Keaktifannya di partai berlambang banteng tersebut telah dimulai sejak tahun 2004 silam. Pada tahun 2004 tersebut, Sadewo telah aktif menjadi ketua pembagian sembako PDIP, Bendahara Panitia Kampanye Megawati, dan Ketua Lomba Kentongan yang diadakan Megawati di Banyumas.
Terhitung sampai saat ini Sadewo telah mengabdi di partai bentukan Megawati selama kurang lebih 20 tahun. Saat ini, selain mengembang tugasnya sebagai Bupati Banyumas, Sadewo juga menjabat sebagai Bendahara DPC PDIP Banyumas.
Febrian Nugroho
Nama Febrian Nugroho bukanlah sosok asing di kancah politik Banyumas. Lelaki kelahiran 18 Februari 1976 ini sudah lebih dari dua dekade menekuni dunia politik.
Sejak mahasiswa, Febri, begitu ia akrab disapa, telah aktif dalam gerakan mahasiswa. Pada kurun 1996, ia bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam Forum Aksi Mahasiswa Purwokerto untuk Reformasi (FA-MPR) kerap turun ke jalan menyuarakan protes dan kritik terhadap pemerintah.
Tahun 1996 menjadi titik balik perjalanan politiknya. Saat Partai Demokrasi Indonesia (PDI) bertransformasi menjadi PDI Perjuangan, Febrian turut aktif dalam berbagai komite aksi untuk mendukung kepemimpinan Megawati Soekarnoputri. Dari seorang aktivis mahasiswa, ia kemudian memilih jalur politik praktis melalui PDI Perjuangan, partai yang menurutnya sejalan dengan gagasan-gagasan besar Bung Karno.
Dalam perjalanan karier politiknya, Febrian tercatat pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Pemuda DPC PDI Perjuangan Banyumas (2007–2009). Setelah itu, ia dipercaya sebagai Wakil Sekretaris DPC (2009–2014), lalu Bendahara DPC (2014–2019). Saat ini, ia mengemban amanah sebagai Wakil Ketua Bidang Politik DPC PDI Perjuangan Banyumas.
Di internal partai, Febrian dikenal dekat dengan kalangan muda PDI Perjuangan. Rekam jejaknya yang panjang di organisasi mahasiswa dan gerakan pemuda membuatnya memiliki simpati kuat dari kader generasi baru. Basis dukungan inilah yang dinilai menjadi modal penting baginya dalam kontestasi perebutan kursi ketua DPC mendatang, terutama ketika PDI Perjuangan Banyumas membutuhkan figur yang bisa merangkul regenerasi sekaligus menjaga soliditas partai.
Peta Gaya Dukungan Tiga Kandidat
Sebagai kader senior yang sudah enam kali duduk di kursi legislatif, BHB memiliki basis dukungan yang kuat di kalangan struktural partai, terutama di tingkat DPRD dan jejaring politik formal. Kekuatan BHB ada pada pengalaman panjang, jejaring birokrasi partai, serta loyalitas kader-kader lama yang sudah teruji. Bagi sebagian besar PAC dan kader sepuh, sosok BHB dipandang sebagai figur penjaga tradisi dan simbol kesinambungan politik PDI-P di Banyumas.
Sementara Sadewo muncul sebagai figur yang menyeberangkan kekuatan partai ke ranah eksekutif. Sebagai Bupati Banyumas, ia memiliki legitimasi politik sekaligus akses kebijakan yang bisa memperkuat pengaruhnya. Dukungan kepadanya banyak datang dari basis grassroot yang melihat kinerja langsung di lapangan, juga dari kader yang menginginkan figur ketua DPC yang punya posisi strategis dalam pemerintahan. Gaya dukungan Sadewo bisa dibilang berbasis pada “kekuasaan aktif”, karena ia saat ini memegang tampuk eksekutif yang nyata.
Berbeda dari dua nama di atas, Febrian justru memiliki daya tarik di kalangan muda partai. Rekam jejaknya sebagai aktivis mahasiswa dan penggerak advokasi membuatnya lebih dekat dengan kader generasi baru. Dukungan kepadanya cenderung datang dari kelompok yang menginginkan regenerasi, penyegaran, serta wajah baru dalam kepemimpinan banteng Banyumas. Jika BHB merepresentasikan kontinuitas dan Sadewo simbol kekuasaan eksekutif, maka Febrian hadir sebagai simbol transisi generasi.