NASIONAL – Dalam upaya penguatan ekonomi berbasis kekayaan hayati, Badan Nasional Rempah dan Herbal Indonesia (Banrehi) melanjutkan safari kelembagaannya dengan menggelar audiensi resmi bersama Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Dr. Budi Santoso, M.Si. di Gedung Utama Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Senin (28/7/2025).
Tim Banrehi dipimpin oleh Kirdi Putra, mewakili Prof. Yudhie Haryono, untuk memperkenalkan visi besar pendirian Banrehi sebagai penggerak utama kedaulatan rempah dan herbal nasional.
Audiensi ini bertujuan memastikan gagasan Banrehi tidak hanya diterima publik dan komunitas, tetapi juga mendapatkan legitimasi serta dukungan dari kementerian teknis, khususnya Kementerian Perdagangan yang merupakan garda depan dalam urusan ekspor dan perdagangan luar negeri Indonesia.
Visi Besar Banrehi: Dari Ladang ke Panggung Dunia
Dalam pertemuan yang berlangsung hangat, tim Banrehi menyerahkan naskah akademik yang menjadi dasar pemikiran pendirian badan ini. Naskah tersebut memuat argumentasi ilmiah dan strategis mengapa Indonesia perlu memiliki satu lembaga khusus yang mengurus pengelolaan, perlindungan, hingga pengembangan industri rempah dan herbal nasional secara terintegrasi.
“Rempah dan herbal bukan sekadar komoditas. Ia adalah simbol peradaban, kedaulatan, sekaligus potensi ekonomi yang selama ini belum dioptimalkan sepenuhnya oleh negara,” ujar Kirdi Putra dalam pemaparan pembukanya.
Tim Banrehi menekankan bahwa meskipun Indonesia saat ini menduduki peringkat keempat dunia sebagai negara pengekspor rempah, sebagian besar ekspor masih berupa bahan mentah. Nilai tambah dan industrialisasi rempah masih banyak dinikmati negara lain. Oleh sebab itu, Banrehi hadir sebagai solusi untuk memperkuat ekosistem industri rempah dari hulu hingga hilir, serta menjadikannya sebagai kekuatan diplomasi ekonomi dan budaya Indonesia di kancah global.
Dukungan Kementerian Perdagangan dan Catatan Kritis
Menteri Perdagangan, Budi Santoso, menyambut positif gagasan besar ini. Beliau menyatakan pihaknya menyetujui pentingnya pendirian Banrehi sebagai upaya strategis mendorong ekspor rempah Indonesia agar bisa melampaui negara-negara pesaing dan menempati posisi nomor satu dunia. Menurutnya, jika gagasan ini dapat dijalankan secara tepat dan terukur, Banrehi akan menjadi game changer dalam dunia perdagangan ekspor nasional.
Namun demikian, Menteri Budi juga mengingatkan agar pembentukan Banrehi dilakukan dengan kehati-hatian dan kajian matang, khususnya menyangkut aspek tata kelola birokrasi.
Ia menggarisbawahi potensi tumpang tindih fungsi dan kewenangan antara Banrehi dan sejumlah kementerian teknis yang selama ini telah mengurus sebagian aspek dari rempah dan herbal, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, BPOM, hingga Kementerian Luar Negeri.
“Jangan sampai kita membuat lembaga baru, tetapi justru menambah redundansi dalam birokrasi. Yang kita butuhkan adalah efisiensi dan sinergi,” tegas Menteri Budi.
Selain itu, Menteri Budi juga menyoroti pentingnya perencanaan anggaran, sumber daya manusia, serta instrumen regulasi yang dapat mengukuhkan Banrehi sebagai lembaga yang kredibel dan berdaya guna. Menteri Budi berharap tim Banrehi dapat mengkaji lebih jauh aspek-aspek teknis kelembagaan sebelum naskah ini diusulkan secara resmi kepada Presiden.
Pertemuan Hangat Penuh Makna
Audiensi yang berlangsung selama satu jam ini berjalan dalam suasana dialogis dan konstruktif. Tim Banrehi mendapatkan banyak masukan berharga yang akan menjadi bahan penyempurnaan naskah akademik dan peta jalan pendirian Banrehi ke depan. Pertemuan ini juga menjadi ruang tukar pikiran tentang potensi rempah sebagai kekuatan ekonomi baru Indonesia. Pertemuan diakhiri dengan foto bersama.
Dengan diterimanya naskah akademik Banrehi oleh Menteri Perdagangan, dan dengan dibukanya pintu dialog, langkah Banrehi kian mantap untuk terus bergerak. Seperti kata Prof. Yudhie Haryono, pendiri Banrehi, dalam banyak kesempatan: “Rempah bukan hanya bumbu dapur, tapi warisan intelektual bangsa yang harus kita lindungi, kembangkan, dan suarakan ke dunia.” (Angga Saputra)


