INDIE BANYUMAS
  • Beranda
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS
  • Beranda
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS

PERADABAN AGUNG JAMU NUSANTARA

Resensi Buku

PERADABAN AGUNG JAMU NUSANTARA
Kamis, 15 Mei 2025

Resensor:
Prof Yudhie Haryono PhD
(Pendiri Banrehi: Badan Nasional Rempah dan Herbal Indonesia)

Judul buku: Jamu, Resep Kuna untuk Kesehatan Manusia Modern
Penerbit: Perkumpulan Pusaka Indonesia Gemahripah
Penulis: Retno Sulistyowati
Jumlah halaman: iv + 353 halaman
Ukuran buku: 14,8 cm x 21 cm
Harga: Rp. 195.000
ISBN: 978-623-10-4922-3

TANPA jamu, tak ada Indonesia. Jamulah episentrum dan centripetal-centrifugal kita semua. Yang karena penetrasi kolonial, perlahan mulai hilang di kurikulum dan tradisi Indonesia. So, inilah buku yang merespon arus baru nusantaraisme. Sebuah arus besar yang tumbuh, berkembang serta meraksasa di berbagai daerah. Arus untuk menemukembali hal-hal jenius di masa lalu untuk dikembangkan di masa kini dan masa depan. Dan, itu adalah “jamu.”

Buku ini menggabungkan resep tradisional dengan studi modern, serta menawarkan panduan berharga bagi siapa saja yang ingin hidup sehat secara alami. Temukan manfaat herba Indonesia, dari resep minuman penyegar, perawatan kecantikan, serta solusi praktis untuk pertolongan pertama gangguan kesehatan, hingga cara bertanam herba di rumah. Pegangan penting bagi siapa saja yang ingin hidup lebih sehat selaras alam.

Kita tahu, jamu adalah produk peradaban khas nusantara. Ia merupakan ramuan herbal tradisional unik yang terbuat dari berbagai bahan alami seperti rempah-rempah, akar, kulit kayu, daun, biji-bijian, dan tumbuhan obat lainnya. Jamu digunakan untuk menjaga kesehatan atau mengatasi berbagai masalah kesehatan, seperti sakit kepala, batuk, masuk angin, dan lain-lain.

Secara bahasa, jamu berasal dari bahasa Jawa, Sunda, Bali, Madura yang bermakna “ngramu/meramu/meracik” (h. vi) sebagai ragam pengobatan tradisional di pulau Jawa, Bali dan Madura, tetapi aslinya dan secara budaya berakar dari herbologi Jawa.

Dus, jamu yang searti dengan jampi adalah istilah yang berasal dari bahasa Jawa, tepatnya pada 16 Masehi. Ia berasal dari dua kata, yaitu “Djampi” dan “Oesodo” yang memiliki makna obat, doa dan juga berarti formula yang berbau magis.

Dalam catatan beberapa buku, jamu pertama kali muncul pada zaman Kerajaan Mataram atau sekitar 1300 tahun yang lalu. Keberadaan jamu sejak zaman dahulu dapat dilihat dari beberapa bukti sejarah seperti relief pada candi Borobudur. Relief candi Borobudur yang dibuat oleh Kerajaan Hindu-Budha tahun 772 M menggambarkan kebiasaan meracik dan meminum jamu untuk memelihara kesehatan dan vitalitas kehidupan.

Bukti sejarah lainnya yaitu penemuan prasasti Madhawapura dari peninggalan kerajaan Hindu-Majapahit yang menyebut adanya profesi ‘tukang meracik jamu’ yang disebut Acaraki. Ditemukannya Lontar Usada di Bali yang ditulis menggunakan bahasa Jawa kuno menceritakan mengenai penggunaan jamu juga menjadi bukti keberadaan jamu sejak zaman dahulu.

Kini, menyebarnya konsumsi jamu di masyarakat dipengaruhi banyaknya ahli botani yang mempublikasikan tulisan-tulisan mengenai ragam dan manfaat tanaman untuk pengobatan. Ini menjadi berita baik demi menemukan kembali fungsi dan manfaatnya di tengah gempuran obat kimia.

Tentu saja, jamu memiliki berbagai manfaat besar dan subtansional, di antaranya: 1)Meningkatkan daya tahan tubuh; 2)Mencegah dan mengobati berbagai penyakit; 3)Meningkatkan stamina; 4)Mengurangi nyeri haid; 5)Meningkatkan nafsu makan; 6)Alat bisnis; 7)Pembentuk jati diri; 8)Pembentuk komunitas epistemik, dll.

Sebagai bagian inti dari obat tradisional yang berasal dari ramuan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan maka jamu harus memenuhi kriteria: 1)Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; 2)Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris; 3)Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku; 4)Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata- kata: ”Secara tradisional digunakan untuk …”.

Memproduksi jamu tidak terlalu rumit. Bisa telan langsung dari tumbuhan herbal. Bisa juga dengan mengambil sari dari perasan tumbuhan herbal. Ada juga dengan ditumbuk. Seringkali berbahan dasar kunyit, temulawak, lengkuas, jahe, kencur, dan kayu manis. Khusus gula jawa, gula batu, dan jeruk nipis biasanya digunakan sebagai penambah rasa segar dan rasa manis.

Uniknya, dalam pembuatan jamu juga disesuaikan takaran tiap bahan, suhu, lama menumbuk atau merebusnya. Jika tidak diperhatikan dengan baik, akan kehilangan khasiat dari bahan-bahannya bahkan bisa membahayakan tubuh.

Sejarah perkembangan tradisi minum jamu mengalami pasang surut sesuai zamannya. Secara garis besar terbagi dari zaman pra-sejarah, zaman kerajaan kuno, zaman penjajahan, zaman awal kemerdekaan Indonesia, hingga saat ini.

Masyarakat Indonesia sejak zaman kuno sudah mengkonsumdinya. Minuman khas Indonesia ini telah menjadi kebanggaan tersendiri seperti halnya dengan Ayurveda dari India dan Zhongyi dari Cina.

Sejak saat itu, perempuan lebih berperan dalam memproduksi jamu, sedangkan pria berperan mencari tumbuhan herbal alami. Fakta itu diperkuat dengan adanya temuan artefak Cobek dan Ulekan (alat tumbuk untuk membuat jamu). Artefak itu bisa dilihat di situs arkeologi Liyangan yang berlokasi di lereng Gunung Sindoro, Jawa Tengah.

Selain artefak Cobek dan Ulekan, ditemukan juga bukti-bukti lain seperti alat-alat membuat jamu yang banyak ditemukan di Yogyakarta dan Surakarta, tepatnya di Candi Borobudur pada relief Karmawipangga, Candi Prambanan, Candi Brambang, dan beberapa lokasi lainnya. Konon, di zaman dulu, rahasia kesehatan dan kesaktian para pendekar dan petinggi-petinggi kerajaan berasal dari latihan dan bantuan dari ramuan jamu herbal tersebut.

Seiring perkembangannya, tradisi minum jamu sempat mengalami penurunan. Tepatnya saat pertama kali ilmu modern masuk ke Indonesia. Saat itu kampanye obat-obatan bersertifikat sukses mengubah pola pikir masyarakat Indonesia sehingga minat terhadap Jamu menurun. Selain soal standar atau sertifikat, khasiat dari Jamu pun turut dipertanyakan dan dilupakan. Kita kalah dalam perang kecerdasan. Atas kondisi itu, kita sambut terbitnya buku ini.(*)

ShareTweetKirimkan
Sebelumnya

JAMULOGI

Selanjutnya

5,46 Hektar Kawasan Hutan Banyumas Beralih Kepemilikan untuk Masyarakat

Selanjutnya
5,46 Hektar Kawasan Hutan Banyumas Beralih Kepemilikan untuk Masyarakat

5,46 Hektar Kawasan Hutan Banyumas Beralih Kepemilikan untuk Masyarakat

Masyarakat Peduli Kebondalem Pasang Spanduk Tuntut Sterilisasi Merata di Kawasan Kebondalem

Masyarakat Peduli Kebondalem Pasang Spanduk Tuntut Sterilisasi Merata di Kawasan Kebondalem

Tentang Kami / Redaksi
Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com

Tentang Kami / Redaksi / Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Beranda
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI

© 2021 indiebanyumas.com