BANYUMAS – Ketua DPRD Banyumas, Subagyo, menyoroti sistem pengelolaan parkir di wilayahnya yang dinilai tidak optimal dan berpotensi merugikan pendapatan daerah. Ia menduga adanya ketidaksesuaian dalam tata kelola parkir yang menyebabkan hasil setoran parkir jauh lebih rendah dari potensi sebenarnya.
Subagyo mencontohkan sistem parkir di Yogyakarta, di mana juru parkir menjadi mitra pemerintah tanpa terikat pihak lain. Mereka menyetor pendapatan parkir langsung ke kas daerah dengan sistem bagi hasil.
“Saya sudah melakukan simulasi. Di Banyumas terdapat 1.545 juru parkir. Jika setiap juru parkir menyetor Rp10.000 per hari, dalam setahun seharusnya terkumpul lebih dari Rp5,6 miliar. Dengan skema bagi hasil 60% untuk juru parkir dan 40% untuk pemerintah, daerah masih bisa memperoleh lebih dari Rp2 miliar. Namun kenyataannya, dari potensi pendapatan lebih dari Rp23 miliar, hanya Rp1,5 miliar yang diterima. Selisih ini terlalu besar,” tegas Subagyo.
Subagyo juga menyatakan menolak usulan kenaikan tarif parkir sebagai solusi peningkatan pendapatan. Menurutnya, pembenahan sistem pengelolaan jauh lebih penting dibandingkan membebani masyarakat dengan tarif yang lebih tinggi tanpa peningkatan pelayanan yang memadai.
Sebagai solusi, ia mengusulkan penerapan sistem berbasis aplikasi untuk memantau setoran parkir secara real-time. Dengan aplikasi ini, juru parkir dapat langsung menyetor hasil parkir ke kas daerah, sehingga potensi kebocoran pendapatan bisa diminimalisir.
“Dengan aplikasi, kita bisa mengetahui siapa yang menyetor dan siapa yang tidak. Jika ada juru parkir yang tidak memenuhi kewajibannya, mereka bisa langsung dievaluasi atau diganti. Selama ini, parkir liar justru semakin marak dan tidak terkontrol,” jelasnya.
Atasi Parkir Liar dan Keluhan Masyarakat
Subagyo juga menyoroti banyaknya keluhan masyarakat terkait parkir liar yang tidak memiliki identitas resmi, seperti tidak memakai rompi atau memberikan karcis. Akibatnya, warga sering diminta membayar lebih dari tarif seharusnya, terutama di kawasan perbelanjaan.
“Bayangkan jika seseorang parkir lima kali sehari dan setiap kali dikenakan Rp2.000. Dalam sehari, mereka bisa menghabiskan Rp10.000 hanya untuk parkir. Ini yang menjadi keresahan masyarakat dan sering menjadi pembahasan di media sosial. Kita tidak ingin Purwokerto dikenal sebagai ‘Kota Parkir’ karena sistem yang semrawut,” tambahnya.
Sebagai langkah konkret, Subagyo meminta agar target pendapatan sektor parkir ditetapkan minimal Rp 5 miliar per tahun. Ia juga membuka ruang diskusi dengan juru parkir untuk merancang regulasi yang melindungi hak mereka sekaligus memastikan setoran yang lebih transparan kepada pemerintah daerah.
“Kita membutuhkan regulasi yang jelas, mungkin berupa Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur sistem bagi hasil dan pemanfaatan teknologi untuk transparansi. Dengan cara ini, semua pihak bisa mendapatkan manfaat yang adil,” pungkasnya. (Angga Saputra)


