BANYUMAS – Di era globalisasi seperti sekarang, perkembangan teknologi tumbuh semakin canggih yang menjadikan akses informasi begitu mudah diperoleh masyarakat. Hal ini pun akhirnya berdampak membawa perubahan terhadap kebudayaan manusia yang kemudian meninggalkan gaya hidup atau budaya dan seni lama yang ironisnya dianggap sebagai hal yang ‘kolot’.
Walhasil, kondisi demikian banyak menjadikan masyarakat pada akhirnya terpengaruh atas budaya-budaya dari luar, termasuk dalam hal seni dan budaya.
Dalam upaya untuk tetap melestarikan budaya dan seni di tengah era globalisasi, anggota Komisi A DPRD Banyumas Edris Santoso SE bertekad untuk terus bisa menghidupkan seni budaya tradisional dengan cara mensosialisasikan kepada masyarakat luas.
“Menjaga dan merawat seni dan kebudayaan kita ditengah gempuran arus globalisasi, dunia dalam era digital yang mana informasi begitu mudah diperoleh, ini bukan perkara mudah. Karena itu saya ingin terus mensosialisasikan pentingnya kita merawat, nguri-uri seni dan budaya kita yang adiluhung,” kata anggota DPRD Provinsi Jateng Dapil Banyumas-Cilacap dari Partai NasDem ini dalam acara Sosialisasi Kebijakan Melalui Media Tradisonal di Dusun Petir Desa Cilongok Kecamatan Cilongok, Sabtu (15/11/2024).
Edris menambahkan, seni budaya tradisional merupakan warisan leluhur tanah air. Khusus untuk wilayah Banyumas Edris menyebutkan, salah satu bentuk seni yang telah menjadi perhatian nasional maupun internasional adalah seni kenthongan.
“Kenthongan telah menjadi magnet bagi para wisatawan mancanegara karena keunikan dan kekhasannya. Ini adalah jenis seni milik kita yang mana diera globalisasi saat ini masih terus hidup dan digemari oleh para wisatawan baik turis mancanegara maupun domestik,” kata Edris.
Dalam acara Sosialisasi Kebijakan Melalui Media Tradisonal tersebut juga ditampilkan grup seni kenthongan Wulung Laras dari Desa Cilongok. Selain penampilan grup kenthongan, juga ada penampilan tiga penari tradisional sebagai pengiring.
Narasumber dalam agenda tersebut, Novi Aji SAg mengatakan, Banyumas menjadi salah satu pusat seni dan budaya di wilayah Jawa Tengah selain Kota Surakarta yang mana mampu menghasilkan karya sendiri sehingga menjadi ciri khas suatu daerah.
“Selain kenthongan kita juga punya ebeg atau kuda lumping. Kuda lumping misalnya, banyak filofosi yang terkandung di dalamnya seperti jumlah ebeg sebanyak 8 orang, yang bisa diartikan bahwa itu merupakan pengejawantahan dari pasukan pengawal Pangeran Diponegoro yang berjumlah delapan orang,” ungkapnya.
Sosialisasi Kebijakan Melalui Media Tradisonal di Dusun Petir Desa Cilongok yang diinisiasi oleh Edris Susanto diikuti oleh sedikitnya 200 warga masyarakat dari wilayah Kecamatan Cilongok. (indiebanyumas)