Prof Yudhie Haryono PhD
Rektor Universitas Nusantara
Aku berlari ke sini, ke perpustakaan. Menunggumu bermilyar jam; bertrilyun menit; berjuta karung duka. Tetap saja kau tuli bisu buta. Aku tak sanggup bebaskan biaya pendidikan kalian; tak sanggup ciptakan lapangan pekerjaan; tak sanggup turunkan harga-harga; tak sanggup sikat virus corona. Lalu, kuciptakan kartu-kartu. Walau kartuku tak seimut senyum kalian.
Kini, mengulang tanya sejuta tahun lalu, “mengapa kita banyak sekali kehilangan kesempatan (menjadi negara kaya, sejahtera dan bahagia)”? Jawaban terbaiknya adalah karena elite hari ini tidak memilih menjadi agensi negara progresif tapi memilih menjadi pelaku negara autis.
Negara autis adalah pilihan tuna-waras karena rabun konstitusi dan alpa sejarah. Apa itu negara autis? Adalah negara yang mengalami kelainan perkembangan sistem ekopolsosbudhankam pada pikiran-tindakan aparatusnya yang kebanyakan diakibatkan oleh faktor syaraf, otak dan kejiwaan.
Sesungguhnya, kelainan ini dapat dideteksi sejak awal. Deteksi dan terapi sedini mungkin akan menjadikan negara dapat menyesuaikan dirinya dengan negara normal.
Tapi, terapi harus dilakukan selamanya, walaupun ada banyak kecerdasan dan keberlimpahan dalam dirinya.
Karakteristik menonjol pada negara yang mengidap kelainan ini adalah kebanyakan pencuri, kelebihan perampok, banjir broker, surplus agamawan kentir dan over populasi penjahat. Wataknya pemarah, pendendam, pelupa dan individualistik sehingga sangat sulit berinteraksi secara normal maupun memahami emosi serta perasaan wargenegaranya.
Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan mental dan karakter. Tapi, ia bukan penyakit kegilaan karena masih berupa gangguan yang terjadi pada otak sehingga tidak berfungsi normal.
Kondisi negara autis bisa dilihat pada keadaan: 1)Pemerintah sulit fokus secara kualitatif dalam program pembangunannya; 2)Pemerintah sulit fokus menangkap kehendak warganya; 3)Pemerintah fokus hidup dalam dunianya sendiri; 4)Pemerintah repetitif dalam urusan kejahiliyahan; 5)Pemerintah mengalami perkembangan yang terlambat atau tidak normal dalam segala hal-ikhwalnya (cita-cita bernegara dan konstitusi berbangsa).
Tentu saja, negara autis adalah produk politisi autis. Para politisi autis inilah hulu bagi bekerjanya autisme negara. Hilirnya, warga autis. Buahnya kekacauan semesta (oligarkis, feodalis, fundamentalis, kleptokratis, kartelis, predatoris).
Apa solusinya? Merealisasikan Trias Revolusi (Mental-Nalar-Konstitusional) berbasis Pancasila yang digerakan oleh manusia Atlantis.
Kaliankah orang-orangnya? Sepertinya iya.(*)