Calon presiden (capres) nomor urut 1 Anies Baswedan menyinggung UU ITE dan Pasal terkait keonaran ketika membahas kebebasan berbicara.
Momen itu terjadi saat Anies menjawab pertanyaan dari panelis soal kebijakan yang akan dilakukan untuk melakukan pembenahan tata kelola partai politik di debat capres perdana di Kantor KPU, Selasa (12/12).
Menurut Anies, selain terkait partai politik, rakyat sudah tidak percaya kepada proses demokrasi yang terjadi sekarang ini. Dia pun menjelaskan terdapat tiga syarat utama untuk mewujudkan demokrasi yang baik.
Syarat yang dimaksud adalah kebebasan berbicara; adanya oposisi yang bebas untuk mengkritik pemerintah dan menjadi penyeimbang pemerintah; hingga adanya proses pemilu, pilpres, yang netral, yang transparan, jujur, dan adil.
Anies menilai kebebasan berbicara saat ini menurun, termasuk ketika mengkritik partai politik. Ia juga turut menyinggung indeks demokrasi Indonesia yang disebut menurun.
“Bahkan, pasal-pasal yang memberikan kewenangan untuk digunakan secara karet kepada pengkritik. Misalnya Undang-undang ITE, atau pasal 14-15 Undang-undang nomor 1 tahun 1946,” ujar Anies.
“Itu semua membuat kebebasan berbicara menjadi terganggu,” sambung Anies.
Anies kembali menegaskan bahwa persoalan demokrasi Indonesia lebih luas dari sekadar persoalan kepada partai politik. Adapun Anies menilai partai politik perlu mengembalikan kepercayaan publik.
Menurut dia, salah satu masalah yang mendasar adalah partai politik memerlukan biaya.
Biaya politik, kata Anies, selama ini tidak pernah diperhatikan di dalam proses politik. Ia menyebut kegiatan kampanye hingga operasional partai itu memerlukan biaya.
“Sudah saatnya, pembiayaan politik itu dihitung dengan benar, ada transparansi, sehingga rakyat pun melihat, ini institusi yang bisa dipertanggungjawabkan,” kata Anies.
“Jadi salah satu reformnya adalah reform pembiayaan politik oleh partai politik,” imbuh dia.