Pakar politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arya Budi, menilai pernyataan politisi PSI, Ade Armando, yang menyinggung soal dinasti politik di DIY merupakan argumen defensif untuk membela pasangan capres- cawapres yang diusung yakni Prabowo- Gibran.
“Saya pikir dia tahu apa yang disampaikannya, apalagi background dia akademisi sebelum jadi politisi. Dia ingin menyampaikan bahwa ada politik dinasti yang sedang bekerja dan dilembagakan tidak usah jauh-jauh ke istana. Intinya kan dia ingin membela capres-cawapres yang diusung. Karena dia mengusung Prabowo- Gibran yang sangat kencang nuansa dinastinya, saya kira itu pesan sebagai argumen defensif atas pencalonan pencawapresan Gibran, bukan dia (Ade Armando) tidak tahu soal Jogja,” ujar Arya saat dihubungi, Senin (4/12/2023) dilansir Tribunnews Jogja.
Lebih lanjut Arya mengatakan, pernyataan yang dilontarkan Ade Armando juga bukanlah isu yang baru.
Apalagi UU tentang Keistimewaan DIY sudah disahkan sejak 2012 lalu.
Pihaknya pun pernah membuat sebuah riset yang dipublikasikan di jurnal internasional dan bereputasi berjudul ‘Obedient Liberals Monarchy Enclave in Yogyakarta’.
“Berdasar riset tersebut, diatas 70 persen masyarakat DIY menyetujui dengan model pemerintahan di Jogja yakni pemerintahan itu ditetapkan bukan dipilih, jadi hanya sekitar 25 persen yang menyatakan tidak setuju,” terang Arya.
“Banyak faktornya yang kemudian saya sebut masyarakat Jogja obedient in liberal, jadi sebenarnya bukan hanya konsensus elit tapi ternyata publiknya juga setuju dengan sirkulasi kekuasaan yang turun temurun karena angkanya cukup besar,” lanjutnya.
Dijelaskannya, obedient liberal ialah orang-orang yang berpandangan liberal tapi patuh atau bangga terhadap sistem kekuasaan yang bekerja di Jogja.
“Mereka setuju dengan ide elektoral tapi di satu sisi mereka bangga dengan Jogja, ada akar sejarah yang tinggi dan memandang bahwa kekuasaan yang dikerjakan secara turun temurun itu jadi salah satu ‘warisan’ politik yang terus dijaga sehingga saya menyebutnya dengan obedient liberal,” kata Arya.
“Sistem di Jogja bukan hanya konsensus atau kesepakatan elit tapi warganya juga ternyata demikian, dalam tanda petik hati-hati dalam mengkritik Jogja karena bisa jadi yang dihadapi bukan hanya orang Keraton tapi juga cukup banyak warga di Jogja,” lanjutnya.
Menurutnya fenomena tersebut cukup unik, sebab di sisi lain Jogja merupakan episentrum pendidikan.
“Juga eksposur terhadap ide-ide demokrasi juga banyak,” tambahnya.
Adapun dalam video yang diunggah 2 Desember 2023, Ade Armando merespons aksi demonstrasi aliansi mahasiswa berbagai universitas di Yogyakarta, yang salah satunya seruannya mengkritik politik dinasti.
“Dalam aksi itu mahasiswa di Yogya menggunakan kaus Republik Rasa Kerajaan, ini ironis sekali karena mereka (mahasiswa) itu ada di wikayah yang jelas jelas menjalankan politik dinasti dan mereka diam saja,” kata Ade.
Menurutnya fenomena tersebut cukup unik, sebab di sisi lain Jogja merupakan episentrum pendidikan.
“Juga eksposur terhadap ide-ide demokrasi juga banyak,” tambahnya.
Adapun dalam video yang diunggah 2 Desember 2023, Ade Armando merespons aksi demonstrasi aliansi mahasiswa berbagai universitas di Yogyakarta, yang salah satunya seruannya mengkritik politik dinasti.
“Dalam aksi itu mahasiswa di Yogya menggunakan kaus Republik Rasa Kerajaan, ini ironis sekali karena mereka (mahasiswa) itu ada di wikayah yang jelas jelas menjalankan politik dinasti dan mereka diam saja,” kata Ade.
Aksi yang digelar pada 29 November 2023 di Monumen Serangan Oemoem 1 Maret itu, mahasiswa menyoroti agenda reformasi yang mandeg hingga dugaan politik dinasti yang diduga dijalankan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan putranya Gibran Rakabuming Raka pada Pemilu Presiden 2024.
Dalam unggahan videonya, Ade Armando juga meragukan aksi gabungan yang diikuti antara lain Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Indonesia (UI) itu.
“Kalau mau melawan politik dinasti, politik dinasti sesungguhnya adalah Daerah Istimewa Yogyakarta, yang gubernurnya tidak dipilih langsung melalui pemilu, tapi karena garis keturunan,” kata Ade.
Ade lantas menyinggung sistem yang berlaku di Yogyakarta akibat adanya Undang Undang Keistimewaan Yogyakarta nomor 13 tahun 2012. Yang salah satu pembuat UU itu adalah Wakil Ketua Panitia Kerja DPR, Ganjar Pranowo, yang kini maju sebagai calon presiden.