BANJARNEGARA – Peternak ayam petelur di Kabupaten Banjarnegara semakin terpuruk. Ini lantaran harga telur tak kunjung membaik dalam beberapa minggu terakhir.
Ini berbanding terbalik dengan harga pakan yang justru melambung. Jika kondisi ini berlarut, peternak terancam gulung tikar.
Paryo, peternak asal Desa Winong Kecamatan Bawang, Banjarnegara, termasuk satu di antara yang masih berusaha mempertahankan usahanya. Meski ia sebenarnya berat memertahankan.
Ia bahkan keberatan untuk menutup biaya operasional tiap hari. Ini termasuk masa tersulit sepanjang ia menjalani usaha ternak ayam.
Anjloknya harga telur memang lazim terjadi pada musim-musim tertentu, namun tak separah kali ini.
“Tahun lalu pernah, sampai harga Rp 17 ribu perkilogram. Tapi paling hanya sebulan, ” katanya, Sabtu (16/10/2021)
Tahun ini kondisinya jauh lebih parah. Ia merasakan harga telur anjlok mulai Agustus 2021 lalu. Hingga memasuki minggu ketiga Bulan Oktober ini, belum ada tanda-tanda harga telur membaik. Ia pun tak mengetahui musabab anjloknya harga telur bertahan cukup lama.
Ia membandingkan, saat harga telur anjlok tahun lalu di kisaran Rp 17 ribu, harga konsentrat masih Rp 380 ribu perkarung. Harga jagung giling untuk campuran pakan juga maksimal di angka Rp 5500 perkilogram.
Tetapi di tahun ini, saat harga telur anjlok di titik terendahnya, harga pakan kian tak terjangkau. Harga konsentrat dengan merk sama saat ini mencapai Rp 430 ribu.
Harga jagung giling juga sempat mencapai Rp 6300 perkilogram. Padahal bahkan pakan itu wajib terpenuhi tiap hari.
Untuk kebutuhan jagung saja, ia membutuhkan 1 kuintal setiap harinya.
Ini lah yang membuat Paryo dan peternak lain di Kabupaten Banjarnegara menjerit. Alih-alih untung, untuk menutup biaya operasional, ia keberatan.
Paryo mengaku baru mendapatkan keuntungan ketika telurnya dihargai minimal Rp 18 ribu perkilogram.
“Harga konsentrat dan jagung naik. Untuk bekatul stabil, ” katanya
Di saat pihaknya menderita karena harga pakan mahal, Paryo justru melihat fenomena yang membuat batinnya teriris.
Ia melihat kebun-kebun jagung di sekitar desanya dibabat lebih dini sebelum jadwal panen tiba. Jagung muda yang dipanen berikut pohonnya itu ternyata untuk memenuhi kebutuhan pakan sapi perah di luar kota.
Ia menilai, masifnya penjualan jagung muda itu mengurangi produksi jagung giling untuk kebutuhan peternak ayam. Wajar harga jagung menjadi mahal karena stok berkurang. Di samping sejumlah faktor lain yang turut memengaruhi.
“Saya berharap ada aturan jagung dilarang panen muda untuk kebutuhan pakan ternak sapi. Ini yang membuat stok jagung berkurang, ” katanya
Paryo berharap pemerintah turun tangan untuk meringankan beban peternak. Pemerintah diharap bisa melakukan intervensi agar harga pakan pabrikan turun. Atau dengan melakukan subdisi.
Ia juga berharap ada regulasi tentang batas maksimal dan minimal harga telur sehingga peternak tidak merugi. (*)