Pagi awal Agustus ini aku tetiba terhenyak. Peter sang ekspatriat, tetanggaku yang lahir dan besar di Australia, sibuk mencari bambu. Siang Denpasar agak bergerimis, dia sudah memancangkan bambu itu lengkap dengan bendera merah-putih. Seperti ditonjok rasanya. Sementara aku yang mengaku nasionalis dan pribumi masih cuek saja.
Baru hari kedua -sesudah Peter- aku menyengajakan menebang sendiri bambu gading dari kebun. 9 kilometer membawa tiang itu dengan motor, mampir membeli bendera terbaik.
Ubi Bene, ibi Patria. Dimana bumi dipijak, disitulah tanah airmu.
Merah perlambang bapak angkasa dan putih ibu bumi Pertiwi. Makna terdalam dari sangsaka kita. Bukan sekadar berani dan suci.
Kakek-moyang kita selalu mengajarkan sesuatu dengan simbol. Dimulai sejak memberi nama anak dengan bubur beras merah dan putih. Warna yang selalu melekat dalam setiap jiwa manusia. Amarah-cintakasih, sedih-bahagia, keserakahan-ketulusan, dan seterusnya.
Setiap orang boleh ingin seperti Kresna atau tak sudi menjadi Sengkuni atau disengkunikan, namun sekali lagi itu hanyalah sebatas kehendak atau harapan (Das sollen) bukan sebagai kenyataan (Das Sein).
Maka, terimalah watak pribadi atau orang lain itu sebagai gabungan antara kanan dan kiri, antara kebaikan dan keburukan. Kedua kutub itu berjuang membentuk watak dan perilaku kita, sekalipun kita tetap inginkan keteguhan akan tokoh atau tokoh-tokoh idola.
Sebulan setiap pagi menatap merah-putih. Menyegarkan ingatan kita tentang semangat berdirinya negeri ini. Mengembalikan ke titik nol, tentang keserakahan, kerakusan, dan kepicikan untuk berkuasa dan menguasai. Bahwa Indonesia satu negeri yang subur-makmur, tak perlu terpuruk di kondisi yang terburuk.
Berpikiran positif -kendati amat sulit- bahwa kekonyolan aparatus mengurus negara adalah pendidikan yang terbaik di musim pandemi. Bahwa penyelewengan yang mereka lakukan adalah dendam kemiskinan yang bertahun mereka rasakan. Bahwa “Bagimu negeri, jiwa raga kami,” tinggal nyanyian dari MP3, tak cukup diputar tanpa perlu dimaknai-dihayati.
Negeri elok nan amat subur. Aneka bahan tambang unggulan dan rempah terbaik ada di sini.
Mari kita saling..
Penulis: Rangga Sujali