INDIE BANYUMAS
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS

Kenapa Kok Sok Jadi ‘pengamat yang berkomitmen’

Selasa, 20 Juli 2021

Tahun 2021 mungkin menjadi tahun penting dalam jurnalisme. Bahkan, sebuah situs menyebutkan secara rinci tentang jurnalisme dan media di tahun 2021 yang mengalami trend baru. Pandemi Virus Corona 19, kedatangannya tidak hanya menjadi tentara dari dunia lain yang sadis dan telah mengilangkan jutaan nyawa di jagad raya, tapi juga diikuti dengan transformasi digital dengan laju jauh lebih cepat dari yang para ahli telah menganilsanya.

Pada awal pandemi yang dimulai awal 2020 silam, implikasinnya dimulai dari cara kerja jurnalisme yang semakin mengandalkan peralatan tempur yang variatif, dan semakin memudahkan para pegiatnya. Ruang redaksi yang tak lagi ramai oleh diskusi kebijakan menentukan issue, karena alat konfrensi video ada pilihan guna melindungi virus yang semakin kini telah tumbuh dengan varian yang bermacam-macam.

Fenomena lain adalah tentang wartawan kesehatan dan pakar medis. Keduanya kini telah menjadi bagian penting di ruang redaksi. Di tanah air, kita langsung akrab dengan nama-nama pakar medis mulai dari juru bicara penanganan wabah, hingga menteri kesehatan. Tanpa menyebut inisial, kita juga pasti tahu tetiba pandemi memunculkan sosok dokter sekaligus pengusaha, dan menjadi influencer bahkan wara wiri saya melihat dia ditokohkan oleh media arus utama.

Lalu, ada beberapa hal lain tentang tren jurnalisme dan media di tahun ini yang kemarin kita unggah dari sumber asli yang telah melakukan penelitannya. Dari semua yang disebutkan saya menyepakati. Tetapi, mungkin saja masih ada yang kurang ketika pandemi covid -19 juga sudah membuat dampak kepada manusia dalam kehupan sosialnya. Kemudian cara setiap negara yang punya pola berbeda dalam menentukan strategi melindungi warganya. Perlindungan itu tidak semata fokus membuat tameng agar wabah semakin tidak ganas terhadap manusia, tetapi cara agar manusia tetap bisa hidup layak meski belum lagi bisa normal.

Saya mengambil peran berbeda, mencoba menjadi bagian lain yang tak penting. Ya itu tadi, mengawal ihtiar negara dengan berbagai cara, bahkan upaya yang lantas berbalik meninbulkan perkara baru. Di sini, jelas negara tidak salah. Tetapi negara juga dikelola oleh manusia, yang tidak seluruhnya memahami eksistensi dan rasa normal dalam kehidupan sosial itu adalah kebutuhan essensial.

Ketika saya mencoba menjadi bagian dari yang tak penting itu, di sebuah kampung di daerah yang biasa-biasa saja, kritik terhadap sikap saya datang dari kawan dekat. Saya memang baru bisa melakukan liputan yang mencoba fokus pada salah satu ihtiar negara dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dimana terdapat cabang program yang tidak sedikit. Karena dari keseluruhan itu, saya sudah mengukur diri akan pemahaman terhadap program, maka bantuan sosial menjadi pilihan.

Di sinilah, saya memang malas untuk tanggung-tanggung kalau sudah ingin mengamati persoalan, dan sejalan waktu kegiatan jurnalisme yang saya lakukan memang saya mengakauinya menjadi berlebihan, istilah kawan saya itu katanta ‘masuk terlalu dalam’. Lalu, tak boleh ketika pemahaman akan persoalan program bansos di tengah pandemi ini misalnya, saya serap tanpa tanggung-tanggung dan mungkin, menjadi masuk terlalu dalam lalu saya pun menjadi orang tak jelas yang sedang melakukan kesalahan?

Okay, sering saya mengatakan, saya begitu mencintai jurnalisme. Bahkan ketika dengan cara mencintai yang berbeda, menimbulkan banyak cara pandang orang lain yang sama sekali tak pernah saya pedulikan!. Secara sederhana, landasan sikap saya hanya ketika melihat sebuah permasalahan tetapi tahu betuk akar masalah ini masih bercokol kuat dan dibiarkan tanpa ada elemen yang bergerak, maka tanpa dasar ketentuan apapun, saya memutuskan sendiri tetap sah!

Dan, hari sudah berubah menjadi pagi. Ketika takbir bergema di setiap penjuru, saya memilih beristirahat sembari membuka laman-laman tentang jurnalisme. Tanpa sengaja, sebuah catatan membuat keyakinan saya kian kuat saat muncul istilah “pengamat yang berkomitmen”. Adalah seorang mantan penerbit, juga presiden direktur sebuah media bernama The Tampa Tribune bernama Gil Thelen. Dia percaya bahwa bahwa kini jurnalis memiliki peran yang sangat spesifik dalam masyarakat. Lalu ia menyebutnya dengan “pengamat yang berkomitmen.”

Apakah Ghil mengawali penyebutan ini sama dengan landasan saya dalam bersikap, yaitu sebagai pegiat jurnalisme di zaman sekarang ini yang sudah pasti tidak cukup hanya dengan menuliskan berita peristiwa apalagi rilis tanpa disertai kontrol lanjutan. Bagi saya, jurnalis saat ini boleh saja ikut serta membantu publik ketika membuat keputusan tentang kebenaran akan sesuatu yang tak waras tetapi dibiarkan oleh elemen-elemen yang seharusnya punya hak untuk menyelesaikan.

Gill Thelen lalu berujar, jurnalis “saling bergantung” dengan kebutuhan sesama warganya. Jika ada masalah utama di kota yang perlu diselesaikan dan sedang dieksplorasi oleh lembaga lokal, “kami memiliki komitmen untuk melaporkan proses ini dalam jangka panjang, sebagai pengamat.” Jurnalis membantu menyelesaikan masalah dengan menjadi reporter yang bertanggung jawab yang memberikan latar belakang, memverifikasi fakta, dan menjelaskan masalah yang terlibat.

Orang-orang memahami dan menerima, misalnya, bahwa para dokter menjalankan Sumpah Hipokrates yang mengharuskan mereka berusaha menyelamatkan orang-orang yang mungkin mereka benci, baik tentara musuh dalam perang atau pria bersenjata yang baru saja menembak seorang polisi. Atau bahwa para pengacara diharuskan untuk memberikan pembelaan yang bersemangat bahkan untuk orang-orang terburuk di masyarakat.

Wartawan harus sama-sama jelas tentang peran mereka, baik untuk diri mereka sendiri maupun kepada publik. Seorang jurnalis tidak lepas dari masyarakat. Mereka adalah warga negara. Bahkan patriot. Wartawan mengungkapkan komitmen dan tugas mereka dengan melakukan peran pengamat yang ditentukan untuk memberikan informasi yang mereka butuhkan kepada sesama warga negara untuk membuat penilaian dan keputusan.

Lebih ekstrim, bahkan di masa seperti sedang dalam situasi perang ini, sejatinya adalah sebuah kewajiban bagi pegiat jurnalisme supaya mereka tak hanya memberi orang informasi yang mungkin mereka anggap menakutkan, tetapi informasi yang tidak ingin diungkapkan oleh pemerintah atau lembaga kuat lainnya. Tujuannya, membantu program yang telah disusun secara sistematis supaya berhasil. Tatkala menemukan hal yang dibiarkan, dan jelas sekali punya dampak buruk dari upaya sistematis negara, saya memilih bergerak dengan tetap proporsional.

Menjadi logis, melihat realitas menngambil peran yang kosong akibat sengaja maupun tidak disengaja. Diksi lama pun menyertai kritik sikap saya, bias. Ya, secara garis besar bias adalah kata yang menggambarkan apapun yang dibenci orang tentang jurnalisme. Termasuk perilaku bias jurnalis dalam keikutsertaanya mengawal apa-apa yang berkepentingan dengan publik yang disebut diawal oleh kawan dekat saya, ‘Sudah Masuk Terlalu dalam’. Haha, maaf saja jika saya bukan tak mau mendengar saran atau kritik. Inilah prinsip dengan keyakinan yang tak bisa didorong oleh kekuatan apapun.

Pada akhirnya, hidup di tahun 2021, saya tak peduli ketika baik diakui atau tidak sebagai pegiat jurnalistik, saya hanya ingin bersikap dengan menuntut kepada diri saya sendiri untuk lebih keras dalam berpikir. Sebab, seorang jurnalis harus sadar akan bias apa yang seharunya disampaikan ke publik, dan apakah bias atau tidak ketika muara dari apa yang dilakukan dengan bergandengan tangan bersama para pembaca maupun masyarakat melakukan gerakan-gerakan demi sebuah kebenaran.

Penulis: Angga Saputra
Penanggungjawab Indie Banyumas

ShareTweetKirimkan
Sebelumnya

Awas Tilang Elektronik! Pengendara Mobil di Cilacap Jangan Berhenti Sembarangan Saat Lampu Merah

Selanjutnya

Begini Cerita Rumah Warga Kedungreja Cilacap yang Ludes Terbakar dan Sebabkan Kerugian Rp 50 Juta

Selanjutnya

Begini Cerita Rumah Warga Kedungreja Cilacap yang Ludes Terbakar dan Sebabkan Kerugian Rp 50 Juta

Libur Idul Adha 1442 H, KA Jarak Jauh Hanya Untuk Perjalanan Esensial, Kritikal dan Mendesak

Tentang Kami / Redaksi
Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com

Tentang Kami / Redaksi / Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI

© 2021 indiebanyumas.com