INDIE BANYUMAS
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS

Maut

Rabu, 30 Juni 2021

Hujan masih rajin datang, di penghujung Juni. Kelu sudah amat terasa. Tiap kali suara sirine ambulans menerobos curahnya menuju pemakaman, kematian seakan-akan hadir di beranda. Kita tertegun, tak sempat menganalisa. Momen final itu terlampau intens untuk diurai.

Jakarta, pandemi kian mengganas, kematian tak bisa jadi sebuah konsep. Ia pengalaman yang tak bisa diabstraksi. Bahasa perlu metafor untuk menyebut saat traumatis itu. Kita memakai kata “meninggal dunia”: jenazah yang dikuburkan itu jadi tanda hilang. Perpisahan dengan dunia adalah perpisahan radikal, hingga kematian tak sekedar dialami sebagai kejadian. Ketika kita menyebutnya “Maut”,

Jika dalam kondisi normal, kematian disertai seremoni. Pemakaman, kremasi, yang bisa berbondong keluarga dan kerabat. Maka dalam pandemi, kematian menjadi sepi. Hanya ada karangan bunga dan tangis kehilangan yang tertahan. Sempurna dalam kesendirian, kembali ke alam keabadian, menghadap Sang Khalik, atau istirahat dalam damai. Yang hidup mengalami paranoia, saling tertular dan menularkan

Tak ada yang berharap mati dalam kondisi ini.

Lips service atau kerja nyata, itu kita abaikan dulu. Realitas di lapangan, korban jatuh bergelimpangan. Varian Delta menjadi hantu lampor yang terus membawa banten nyawa yang dipilihnya. Terus meneror kehidupan. Jawa-Bali menjadi zona merah-merona. Kembali PPKM diberlakukan. Dalam segala keterbatasan dan keterpurukan ekonomi, masyarakat hanya menurut saja pada aturan.

Bukan lokdon, hanya pembatasan. Karena ketika lokdon, pemerintah harus menanggung beberapa kebutuhan rakyatnya. Sekadar memberi sembako saja masih terjerat penyimpangan. Bahasa halus dari skandal korupsi. Semua jadi rawan, karena alur yang diwarnai dengan mental korup. Miskin kultural.

Paham bahwa kelemahan ada di data base kependudukan, bukan dibenahi, tapi malah dimanfaatkan. Disinyalir banyak data fiktif-manipulatif penerima bansos. KTP ganda, tidak tepat sasaran, dan simsalabim yang lainnya. Struktur sudah jelas alur kerjanya, dari RT hingga bupati. Ada infrastruktur jaringan internet yang memadai. Ada SDM yang bisa dikaryakan untuk entry data. Apa sulitnya menghimpun data? Ada sensus penduduk, sensus pertanian, sensus ekonomi, yang rutin dilakukan, dan tak jua menghasilkan data valid. Tak kunjung berempati dengan kondisi negeri.

Terluka, kecewa, dan tak berdaya. Kebutuhan pokok harus dipenuhi, sementara penghasilan menukik tajam.

Penulis: Rangga Sujali

ShareTweetKirimkan
Sebelumnya

Ditutup, Obwis di Kebumen Masih Didapati Pengunjung

Selanjutnya

Besok Dindukcapil Purbalingga Mulai Buka Pelayanan Online, Ini Penjelasannya

Selanjutnya

Besok Dindukcapil Purbalingga Mulai Buka Pelayanan Online, Ini Penjelasannya

Penyemprotan Tempat Wisata di Banyumas Dilakukan Mandiri

Tentang Kami / Redaksi
Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com

Tentang Kami / Redaksi / Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI

© 2021 indiebanyumas.com