INDIE BANYUMAS
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS

Mengejar Asa Untuk Tercapinya Rasa Keadilan di Banyumas

Kamis, 17 Juni 2021

‘Kendatipun Kapal Akan Karam, Tegakkan Hukum dan Keadilan!’

Demikian kutipan terkenal dari seorang politik yang pernah menjabat sebagai Jaksa Agung, Baharudin Loppa,  menjadi gambaran dari sebuah perkara yang belum lama ini terjadi pada seorang klien saya, Anton Kusmainarno SH. Setelah melalui jalur persidangan di Pengadilan Negeri Purwokerto, persoalan kredit macet yang menjadi objek perkara dalam proses hukum itu akhirnya memutuskan beliau bebas dari tahanan sebagai seorang terdakwa.

Terlepas dari keputusan yang adil dari majelis Hakim Pengadilan Purwokerto, kasus hukum yang menimpa klien saya sebagai debitur di Bank Surya Yudha adalah preseden buruk bagi keadilan hukum untuk masyarakat Banyumas.  Semua diawali dari masalah kredit macet yang dialami oleh klien saya Sdr Anton Kusmainarno SH kepada Bank Surya Yudha yang kemudian sampai masuk dalam proses hukun tindak pidana perbankan.

Pihak bank melaporkan kepada pihak berwajib terdakwa dengan tuduhan pelanggaran atas UU No 42 Tahun 1999 Pasal 36 tentang Fudusia. Proses berlanjut yang seharusnya bisa diselesaikan tanpa harus melibatkan seorang debitur sebagai terdakwa. Ada dua sisi dalam  melihat kasus kredit macet yang dialami debitur atau nasabah sebagai mitra dari perbankan. Apakah itu murni ada pelanggaran hukum, atau memang terjadi karena ketidakmampuan bayar apalagi terjadi saat sekarang tatkala kondisi ekonomi masih lesu akibat pandemi Covid-19 yang belum juga usai.

Dalam ketentuan, permasalahan kredit macet termasuk dalam ranah perdata meskipun tidak sedikit terjadi oknum nasabah memanfaatkan celah-celah longgar yang pada akhirnya melanggar hukum, dan lalu bisa dikenai sebagai tindak pidana.

Tapi dalam permasalahan yang menimpa klien saya atas kredit macet di Bank Surya Yudha,  seharusnya ada hal yang diperhatikan dalam mengambil keputusan terhadap debitur, salah satunya yakni sistem analisa kredit di dalam internal lembaga keuangan itu sendiri. Misalnya, apakah jaminan atau agunan dalam kredit itu sudah sesuai dengan analisist yang wajar serta bagaimana di dalam internal perbankan itu dalam menerapkan sistem informasi.  Disini, pihak pelapor juga harus jeli terkait adanya indikasi keterlibatan oknum pegawai yang turut serta memberikan cara penyaluran kredit yang macet dengan melanggar hukum. Apalagi,  sistem perbankan di Indonesia memberlakukan pengawasan yang paling ketat bahkan diaudit setiap saat sehingga celah itu sangat besar.

Sesuai Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, seorang debitur tidak sanggup membayar kewajiban merupakan perbuatan wanprestasi atau prestasi buruk. Hal ini biasa terjadi dalam perjanjian utang piutang antara debitur dan kreditur (bank). Kegagalan debitur dalam membayar angsuran, lalu disebut dengan istilah kredit macet, kerapkali terjadi karena pihak debitur mengalami kesulitan keuangan akibat usaha yang dijalani sedang berjalan tidak baik.

Memang, perkara perdata berupa wanpretasi bisa dilaporkan sebagai tindak pidana. Tetapi harus ada unsur yang menyertai, seperti tipu muslihat serta rangkaian kebohingan, perjanjian dibuat dengan nama palsu serta martabat palsu.  Nah, kembali kepada persoalan yang menimpa klien saya, dari awal approval penerimaan pinjaman saja terjadi hal yang patut dicurigai terjadinya mark up dalam meloloskan pengajuan kredit yang dilakukan oleh oknum bank (pelapor).  Indikasinya, dari barang jaminan debitur (3 unit kendaraan roda empat), pihak bank memberikan hutang total senilai Rp. 632.000.000.

Dengan hitung-hitungan itu, maka proses dalam analisa kredit patut untuk dipertanyakan. Ketika kemudian mengetahui, atau menjadi persoalan ketika unit kendaraan tersebut dijual atau dialihkan bukan menjadi alasan. Apabila pembayaran angsuran oleh debitur tidak mengalami macet. Kuncinya dalam perkara ini adalah persoalan ‘kredit -macet ‘.

Dan inilah preseden buruk yang saya sebutkan di atas, kenapa sampai terjadi upaya untuk untuk melakukan penahanan dengan ancaman pidana yang hanya 2 tahun dalam Pasal 36 UU No 42 Tahun 1999.  Jika saya gambarkan usaha seorang debitur (klien saya) sedang mengalami kelesuan ibarat ibarat kapal besar yang akan  karam di tengah lautan. Namun, kendatipun kapal itu akan karam, hukum dan keadilan harus tetap ditegakkan!!!

 Penulis: Djoko Susanto SH 

-Penulis adalah advokat senior, Ketua Peradi SAI Purwokerto dan Ketua Pokmas Limas Jawa Tengah

 

Dalam rubrik opini indiebanyumas.com, isi menjadi tanggung jawab penulis

ShareTweetKirimkan
Sebelumnya

Catatan Bulan Bung Karno (VIII)

Selanjutnya

Kecelakaan Maut Tronton Vs Motor di Maos, Pelajar Perempuan Tewas Seketika dan Satu Luka Parah, Begini Kronologinya

Selanjutnya

Kecelakaan Maut Tronton Vs Motor di Maos, Pelajar Perempuan Tewas Seketika dan Satu Luka Parah, Begini Kronologinya

PPN Sembako, Pedagang Pasar Manis Sebut Berlebihan, Mengaku Keberatan

Tentang Kami / Redaksi
Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com

Tentang Kami / Redaksi / Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI

© 2021 indiebanyumas.com