![]()
Horor pandemi mulai mengendor. Secara global kasus aktif Covid-19 telah menciut dalam 4 minggu berturut-turut. Bila pada puncak pandemi dunia 25-26 April lalu, insidensi Covid mencapai 890 ribu per 24 jam, kini telah bergerak di bawah 600 ribu dalam sehari. Masih cukup besar, tapi kurvanya konsisten terus menurun.
Penyusutan pandemi terjadi di semua benua (WHO membaginya dalam 6 zona epedemis). Di Afrika sudah sangat landai. Di zona Pasifik Barat praktis Covid sudah lama terbendung, kecuali di Jepang, Filipina dan Malaysia. Australia dan Selandia Baru terus mempertahankan wilayahnya tetap terjaga dan relatif aman jaya.
34 provinsi di Indonesia, Bali yang paling terdampak. Provinsi kecil di timur Jawa ini, belum kunjung siuman. Lumpuh. Karena sektor yang diandalkan, sebagai tujuan wisata internasional.
Pada kondisi pra-covid, pariwisata adalah tambang emas. Begitu kuat memangguk dolar. Dan hingga kini, belum satu pun negara yang memberikan ijin keluar dengan tujuan Bali. Penerbangan, travel agent, restauran, dan infrastruktur pendukung lain terpuruk. Dan masyarakat Bali, yang terbiasa makmur bergelimang, hari ini berlomba menjual aset.
Lalu pemerintah pusat merasa perlu full power menyangga agar kuat berdiri lagi. Ada wacana work from Bali. 25% Aparatur Sipil Negara (ASN) akan difasilitasi untuk berkantor di Bali dalam kurun waktu tertentu. Program ini diharapkan menjadi stimulan untuk industri pariwisata.
Ini bukan kebijakan yang pas. Pemerintah masih kesulitan untuk mengatur defisit APBN yang lebar, sehingga perjalanan dinas selayaknya dipangkas. Setidaknya butuh penjelasan secara gamblang. Tujuannya untuk memastikan anggaran negara yang digunakan dalam program ini bisa dikelola secara akuntabel.
Sisi lain terlepas dari pro-kontra program ini, memberi pelajaran tentang penguatan lokalitas. Jika ada dinas pariwisata di Banyumas, bukan berarti terus membangun tempat pariwisata artifisial baru, tanpa konsep dan perencanaan yang Visibel. Pantai dan kehidupan adat budayanya, adalah selling point’ terkuat dalam mengundang turis. Pun didukung dengan infrastruktur memadai. Diskaritas mencolok dengan Banyumas, yang cenderung pegunungan dengan iklim sejuk.
Elok jika dalam situasi ini, berhenti bermimpi mengangguk pundi dari pariwisata. Kekayaan alam Banyumas sudah memberi ketenteraman yang luar biasa. Kalau pun terimbas, ekonomi kabupaten turun dalam angka maksimal 30%. Karena pencaharian penduduknya yang bertani, berdagang, PNS, dan karyawan swasta.
Komparasi dengan kondisi Bali, jauh lebih struggle Banyumas. Maka jangan berharap ada work from Banyumas. Karena itu hanya cara negara menangani kondisi yang sangat kritis.
Keseimbangan baru pun akan terjadi. Dunia belum (akan) kiamat.
Rangga Sujali